RADARINDO.co.id – Medan : Beredar kabar, Komisi III DPR RI Bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah pernah mendalami aliran dana di Holding BUMN Perkebunan beberapa tahun lalu. Anehnya, Publik mendengar adanya hasil kerja tersebut. Bukan hal baru, isu yang berkembang, setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan pertumbuhan hutang PTPN Grup masih signifikan yaitu sebesar Rp31.400.011 juta atau sebesar 67,33% dari pertumbuhan aset diluar aset revaluasi.
Lebih lanjut diketahui dari RKAP PTPN III (Persero) tahun 2015 sampai 2019 bahwa Holding BUMN Perkebunan telah melakukan program restrukturisasi keuangan PTPN Grup melalui pinjaman dari Holding berupa dana talangan dan terusan serta restrukturisasi hutang perbankan. Namun program ini belum dapat memperbaiki solvabel PTPN Grup secara signifikan.
Menurut keterangan sumber secara tertulis belum lama ini menyebutkan, temuan pemeriksaan terkait Restrukturisasi Keuangan PTPN Grup. Dengan demikian perbaikan Debt Ratio bukan disebabkan karena adanya penurunan hutang dari pelunasan hutang atau restrukturisasi hutang.
Baca juga : KPK “Ditantang” Usut PTPN VIII “Gerogoti” Biaya HGU, HPL dan HGB
Namun karena adanya pertumbuhan aset yang lebih tinggi dari pertumbuhan hutang yang disebabkan adanya revaluasi aset PTPN Grup di tahun 2015 sampai 2018. DER menunjukkan seberapa besar leverage perusahaan, yaitu berapa banyak utang yang terlibat dalam bisnis dibanding ekuitasnya.
Angka yang rendah biasanya dianggap lebih baik. Tapi itu tidak harus dilihat secara terpisah. Jika pengembalian perusahaan lebih tinggi dari biaya bunga, utang akan meningkatkan nilai perusahaan. Namun, jika tidak, maka pemegang saham akan dirugikan. Rasio utang terhadap ekuitas yang rendah dapat diasumsikan memiliki banyak ruang untuk ekspansi karena lebih banyak opsi penggalangan dana, sedangkan rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi yaitu lebih dari satu atau lebih dari 100% dapat menunjukkan leverage yang tidak biasa dan karenanya risiko gagal bayar kredit juga lebih tinggi.
Sebelum pembentukkan Holding BUMN Perkebunan tahun 2014 menunjukkan seluruh PTPN Grup kecuali PTPN III mengalami penurunan solvabel atau DER yang sangat tinggi yaitu berkisar antara 156,88% sampai 2.602,85%. Bahkan PTPN II, VII dan XIV mengalami negatif ekuitas, terlihat dari DER yang bernilai negatif. Tingginya DER menunjukan bahwa PTPN Grup memiliki risiko gagal bayar kredit cukup tinggi.
Setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan terlihat adanya perbaikan DER untuk PTPN VIII, IX, X, XI dan XII yaitu terjadi perbaikan cukup signifikan di tahun 2015 yaitu berkisar antara 214,05% s.d 2.602,85% di tahun 2014, kemudian berubah menjadi berkisar antara 31,40% s.d 59,79% di tahun 2015. Hal ini berarti posisi hutang PTPN tersebut lebih rendah dari ekuitas. Namun, perbaikan DER PTPN VIII, IX, X, XI dan XII bukan karena adanya penurunan hutang, seperti yang telah dijelaskan di Debt Ratio. Konon kabarnya Kepala Bagian/Divisi Akuntansi PTPN VIII, IX, X, XI dan XII menjelaskan bahwa di tahun 2015 ada revaluasi aset dan penerimaan PMN sehingga nilai ekuitas pada tahun 2015 meningkat cukup signifikan dan hal ini berpengaruh juga pada perubahan DER.
Baca juga : Bulan Suci Tetap Operasi, Judi di Sumut Terkesan Dilindungi
Untuk PTPN IX dan XI, meskipun pada tahun 2015 DER mengalami perbaikan cukup signifikan akibat dari adanya revaluasi aset dan penerimaan PMN, namun setelah tahun 2015 nilai DER mengalami kenaikan dan pada semester I 2019 menjadi 169,67% dan 107,54%, yang artinya pertumbuhan hutang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekuitas atau nilai hutang telah melampaui nilai ekuitas. Sedangkan untuk PTPN I,II,IV,V,VI,VII,XIII dan XIV nilai DER tidak mengalami perbaikan setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan, yaitu pada Semester I 2019 menjadi berkisar antara 124,99% sampai 5.915,91%, dan -312,20% serta -536,17% untuk PTPN XIII dan XIV.
Dengan demikian kebijakan maupun program PTPN III (Persero) kepada PTPN Grup terutama terkait restrukturisasi keuangan belum memberikan dampak siginifikan untuk perbaikan tingkat solvabel PTPN Grup. Rasio Profitabilitas adalah rasio atau perbandingan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba (profit) dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan seperti aktiva, modal, atau penjualan perusahaan. Semakin tinggi nilai rasio maka kondisi perusahaan diasumsikan semakin baik. Nilai yang tinggi ini melambangkan tingkat laba dan efisiensi perusahaan yang baik dan bisa dilihat dari tingkat pendapatan dan arus kas.
Gross Profit Margin (GPM) Ratio GPM Ratio mengukur proporsi pendapatan yang tersisa setelah memenuhi biaya variabel seperti bahan baku dan upah. GPM Ratio menunjukkan efisiensi operasional dan kekuatan harga. GPM Ratio yang lebih tinggi menunjukkan efisiensi dalam pengadaan bahan baku dan mengubahnya menjadi produk jadi. Semakin tinggi margin, semakin baik bagi investor. Diketahui bahwa sebelum terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2010 sampai 2014, PTPN yang mengalami kerugian dari aktivitas operasional atau GPM Ratio bernilai negatif adalah PTPN VII dan XIV, yaitu PTPN VII mengalami kerugian di tahun 2014, dan PTPN XIV mengalami kerugian di tahun 2011 dan 2014.
Namun secara rata-rata GPM Ratio tahun 2010 sampai 2014 untuk PTPN VII dan XIV masih bernilai positif yaitu 12,91% dan 2,02%. Sedangkan untuk keseluruhan PTPN Grup, nilai rata-rata GPM Ratio tahun 2010 sampai 2014 sebesar 24,47%. Setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2015 sampai semester I 2019, PTPN yang mengalami kerugian dari aktivitas operasional atau GPM Ratio bernilai negatif adalah PTPN VII, IX, XIII dan XIV yaitu PTPN VII mengalami kerugian di semester I 2019, PTPN IX mengalami kerugian di tahun 2016 dan 2018, PTPN XIII mengalami kerugian di tahun 2018 dan semester I 2019, dan PTPN XIV mengalami kerugian di tahun 2018.
Baca juga : Ramadhan, Pasar Malam di Batu Bara Tetap Jalan
Selama 5 tahun terakhir yaitu periode tahun 2015 sampai semester I 2019. PTPN XIV mengalami Rata-rata GPM Ratio sebesar -5,81%. Hal ini berarti PTPN XIV belum mampu menghasilkan laba dari aktivitas operasionalnya atau beban operasional jauh lebih tinggi dibanding pendapatan operasional. Sedangkan untuk PTPN yang lain GPM Ratio masih dibawah 30%, hanya PTPN III, IV dan XII yang diatas 30%. Untuk keseluruhan PTPN Grup, nilai rata-rata GPM Ratio tahun 2015 sampai semester I 2019 sebesar 20,74%, menurun dari rata-rata GPM Ratio sebelum terbentuknya Holding BUMN Perkebunan sebesar 24,47%.
Hingga berita ini dilansir, Direktur Utama Holding PTPN III yang dikonfirmasi, sesuai surat Nomor : 40.ist/RADARINDO.co.id/KB/III/2025, tanggal 07 Maret 2025, belum memberikan jawaban. (KRO/RD/TIM)