Korupsi Pengadaan Wastafel Rp43 Miliar, Eks Kadisdik Dituntut 7 Tahun Penjara

29

RADARINDO.co.id – Aceh : Terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan wastafel untuk SMA sederajat dengan anggaran Rp43,7 miliar, eks Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh, Rachmat Fitri, dituntut 7 tahun penjara.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh, Rabu (13/11/2024) lalu, selain Rachmat, juga ada dua terdakwa lain dalam kasus tersebut, yakni Muchlis selaku Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, serta Zulfahmi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Baca juga: Polisi Bongkar Peredaran BBM Oplosan, Pertalite Dicampur Minyak Mentah

Ketiganya sudah masuk ke ruang sidang, namun hanya tuntutan untuk Rachmat yang sudah siap. Kemudian, dua terdakwa lainnya, yakni Muchlis serta Zulfahmi meninggalkan ruang sidang.

Dalam persidangan, majelis hakim yang diketuai Zulfikar dan hakim anggota masing-masing R Deddy Harryanto dan Muhammad Jamil, meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung membacakan amar tuntutan.

JPU menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa Rachmat Fitri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara ditambah dengan perintah terdakwa dilakukan penahanan Rutan,” tuntut JPU.

Selain itu, JPU juga menuntut supaya hakim menghukum Rachmat Fitri membayar denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Diketahui, proyek pengadaan wastafel tersebut bersumber dari APBA refocusing Covid-19 dengan nilai kontrak Rp43,7 miliar yang dianggarkan melalui Dinas Pendidikan Aceh tahun anggaran 2020.

Baca juga: Akibat Kecanduan Judi Online, Hampir 100 Orang Nginap di Rumah Sakit

Dalam kasus itu, ada tiga modus operandi yang dilakukan tersangka, yakni dengan jual beli dan pemecahan paket untuk menghindari tender, item pekerjaan bagian dari kontrak ada yang fiktif, dan pelaksanaan bagian dari item pekerjaan ada yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak.

Untuk mengungkap kasus itu, penyidik telah memeriksa 337 saksi dari dinas, pihak perusahaan, maupun pemilik paket atau pelaksana di lapangan. Penyidik juga memeriksa saksi ahli dari LKPP, Politeknik Negeri Lhokseumawe, dan Kanwil BPKP Aceh.

Tak hanya itu, penyidik juga menyita sejumlah dokumen penting mulai dari pengusulan, perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, hingga pencairan realisasi keuangan, serta uang tunai sebesar Rp3,2 miliar. (KRO/RD/Dtk)