RADARINDO.co.id – Jakarta : Massa yang tergabung dalam Gerakan Intelektual Muda Antikorupsi dan Ikatan Cendekia Wira (ICW) Muda, menggelar aksi unjukrasa didepan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (21/1/2025).
Dalam aksinya, massa mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung), mengusut dugaan korupsi proyek pengadaan antropometri kit di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, yang disinyalir merugikan negara hingga Rp427 miliar.
Baca juga: Reklamasi Dermaga TPK Belawan Terindikasi Jadi Ajang Kepentingan Oknum Tertentu
Massa mengatakan bahwa pada pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua, membawa misi besar untuk menekan angka stunting di Indonesia, yang pada 2019 mencapai 27,7%.
Demi mendukung misi ini, Kemenkes mengalokasikan anggaran besar untuk meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk pengadaan antropometri kit, yakni alat ukur tumbuh kembang anak yang menjadi kebutuhan mendesak di daerah dengan tingkat gizi buruk tinggi.
Namun, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak 2021 hingga kini justru mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proyek tersebut. Dalam pengadaan antropometri kit tahun 2022 dan 2023, diduga terjadi mark up.
Pada 2022, PT Berkembang Selaras Daya (Beseda) memenangkan kontrak senilai Rp194,9 miliar dengan harga satuan Rp10,3 juta. Hanya setahun berselang, harga satuan turun menjadi Rp8,1 juta, tetapi jumlah kerugian negara justru semakin membengkak.
Menurut laporan, pengadaan tahun 2023 yang melibatkan beberapa perusahaan seperti PT Data Pratama Karya Makmur dan PT Bakti Bersama Roartha (BBR) juga menimbulkan kerugian besar.
Anggaran sebesar Rp850 miliar untuk proyek ini menyebabkan negara merugi hingga Rp295 miliar, ditambah dugaan korupsi dari proyek tahun 2022 yang mencapai Rp179 miliar, sehingga total kerugian negara ditaksir mencapai Rp427 miliar.
Ironisnya, kantor perusahaan yang memenangkan mega proyek tersebut, yakni PT Data Pratama, dilaporkan berada di gang sempit di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, tanpa profil perusahaan yang jelas di internet. Sementara itu, PT BBR sebagai kontraktor utama, diduga memiliki hubungan erat dengan tokoh politik yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI.
Massa mengecam keras lambatnya pengusutan kasus tersebut oleh KPK dan Kejaksaan Agung. Padahal, angka kerugian negara yang fantastis ini berpotensi menghambat target nasional untuk menekan angka stunting menjadi 19% pada 2024.
“Kasus ini bukan hanya soal angka-angka kerugian negara, tetapi soal masa depan anak-anak Indonesia. Anggaran sebesar itu seharusnya digunakan untuk menyelamatkan generasi mendatang, bukan untuk bancakan oknum yang serakah,” teriak Koordinator Aksi, Hendri, dalam orasinya.
Hendri juga meminta pertanggungjawaban Menkes, Budi Gunadi Sadikin (BGS) yang dinilai merugikan negara. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai diambil berdasarkan kajian yang kurang matang.
Baca juga: Penyidik Temukan Uang Tunai Rp21 Miliar di Mobil Istri Eks Ketua PN Surabaya
Kebijakan BGS itu dianggap menjadi tamparan keras bagi pelaku industri dalam negeri lantaran memperbesar risiko ketidakstabilan kesehatan nasional. “Kami mendesak audit menyeluruh atas kebijakan ini. Jika terbukti ada pelanggaran, BGS harus dimintai pertanggungjawaban. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga masa depan kesehatan bangsa. Seret BGS,” tegasnya. (KRO/RD/Tim)