Majelis Hakim Diminta Bebaskan SYL dari Tahanan

40

RADARINDO.co.id – Jakarta : Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, diminta membebaskan Syahrul Yasin Limpo (SYL), terdakwa kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi, dari tahanan.

Permintaan itu disampaikan SYL melalui tim penasihat hukumnya dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).

Baca juga : Menyerahkan Diri, DPO PPLN Langsung Disidang

“Kami memohon ke hadapan majelis hakim yang mengadili perkara ini kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan sela yang sekaligus sebagai putusan akhir, memerintahkan terdakwa Prof. Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan,” ujar penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, saat membacakan eksepsi, melansir cnnindonesia.

Menurut tim penasihat hukum, surat dakwaan yang disusun jaksa KPK tidak cermat, jelas, lengkap, dan kabur. Oleh karena itu, ia meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan batal demi hukum.

Djamaludin keberatan dengan cara jaksa KPK yang menerapkan dakwaan alternatif terhadap kliennya, yaitu Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Ia menilai seharusnya tindak pidana yang didakwakan adalah tindak pidana khusus sehingga harus berbentuk dakwaan tunggal. Hal itu mengingat perbuatan materiel di antara ketiga dakwaan adalah satu secara substansial.

“Bentuk surat dakwaan yang berbentuk alternatif ini menunjukkan bahwa penuntut umum sendiri ragu terhadap nilai pembuktian yang dimiliki oleh masing-masing tindak pidana tersebut,” katanya.

Djamaludin menganggap tidak terdapat unsur perbuatan melawan hukum sebagai bestandel delichten (delik pokok/delik inti) dalam uraian dakwaan primer jaksa secara cermat dan rinci yang menggambarkan perbuatan terdakwa sebagai syarat mutlak sempurnanya dakwaan dalam dugaan tindak pidana korupsi.

Baca juga : Tim Jibom Detasemen Gegana Sterilisasi Hotel Le Polonia

Terlebih, menurut dia, tuduhan terhadap terdakwa tidak ada kaitannya dengan penyalahgunaan kewenangan yang berakibat merugikan keuangan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, baik itu yang bersumber dari proyek APBN maupun penyalahgunaan kewenangan lain.

Djamaludin yakin keberatan yang disampaikan akan dipahami jaksa dan majelis hakim sudah memasuki pokok perkara. Namun, ia berpandangan kelengkapan surat dakwaan bukan saja tentang identitas terdakwa, lamanya penahanan dan apakah dalam surat dakwaan tersebut telah tercantum persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.

Akan tetapi, lebih daripada itu, kata Djamaludin, apa yang tercantum dalam surat dakwaan adalah suatu fakta yang sebenarnya dan relevan antara satu dengan yang lainnya, sehingga dapat mengarah kepada terdakwa sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa.

SYL merupakan politikus Partai NasDem yang didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44.546.079.044 dan menerima gratifikasi dianggap suap senilai Rp40.647.444.494 selama periode 2020-2023.

Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya yaitu Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta. (KRO/RD/CNN)