RADARINDO.co.id – Medan : Kejaksaan Agung sukses membongkar kasus mafia CPO yang menjadi salah satu penyebab mahalnya harga minyak goreng dipasaran. Berawal setelah penyidik Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Kemendag), Indasari Wisnu Wardhana dijadikan tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunanya bulan Januari 2021 sampai Maret 2022.
Setelah Kejaksaan Agung menetapkan beberapa tersangka perusahaan raksasa ekspor minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Dibalik kelangkaan Migor ternyata ada hikmah besar, termasuk masalah pemberian dana Pungutan Eksport (PE) CPO Subsidi program Biofuel yang diberikan kepada pengusaha sawit kelas kakap selama bertahun-tahun.
Baca juga: APH Hentikan Kasus Pengadaan Mobil Samsat Gedung UPPD Bapenda Pemprovsu
Dana PE Crude Palm Oil (CPO) subsidi program biofeul mencapai triliunan rupiah itu telah mengalir ke dompet konglomerat. Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113/PMK.01/2015 tanggal 11 juni 2015.
Konon mendapat amanat melaksanakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Suppoting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Surat edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, nomor 11/SE-HK.02.02/VIII/2020 tentang pelaksanaan kewajiban perusahaan dalam fasilitasi pembangunan kebun masyarakat, tanggal 27 Agustus 2020.
Bahwa kegiatan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang HGU sebagaimana diatur dalam Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 64 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
Pemerintah memberikan kucuran dana pungutan ekspor CPO perusahaan sawit berskala besar mendapat subsidi dari pemerintah sebesar triliunan rupiah sebagai timbal balik atas penjualan minyak kelapa sawit untuk campuran solar alias biodiesel. Dana subsidi program biofuel periode Agustus 2015-April 2016 telah diberikan kepada PT. Wilmar Bionergi Indonesia.
PT. Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas Grup, Eterindo Wahanatama, PT. Anugerahinti Gemanusa, PT. Darmex Biofuels, PT. Pelita Agung Agrindustri, PT. Primanusa Palma Energi, PT. Ciliandra Perkasa, PT. Cemerlang Energi Perkasa dan PT. Energi Baharu Lestari.
Baca juga: Realisasi Belanja Dinas Sosial Pemprovsu TA 2023 Terindikasi Menyimpang
Sejak tahun 2015, perusahaan yang melakukan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) wajib menyetorkan pungutan ke pemerintah. Dana subsidi diperoleh dari pungutan ini sebesar US$50 per satu ton minyak sawit. Image caption Biodiesel merupakan campuran solar dan produk tanaman.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 113/PMK.01/2015 tanggal 11 juni 2015. Badan ini diamanatkan melaksanakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Suppoting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Konon berdasarkan hitungan BPDPKS rata-rata insentif, dana biodiesel pada periode bulan Januari-Oktober 2017 sebesar Rp4.054 per liter. Apabila mengacu pada besaran tersebut, maka BPDPKS harus mengalirkan dana subsidi Rp5,7 triliun untuk kebutuhan insentif Biodiesel selama periode kelima, yakni November 2017-April 2018.
Image caption Porsi terbesar dari alokasi dana pungutan ekspor sawit adalah untuk subsidi biofuel, terdapat kejanggalan. Ditemukan bahwa pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif karena tak ada verifikasi yang baik. Perluasan penggunaan dana tersebut, terutama untuk pemanfaatan bahan bakar nabati.
Perusahaan yang memperoleh dana subsidi untuk program biofuel periode Agustus 2015-April 2016 adalah PT Wilmar Bionergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas Grup, PT Eterindo Wahanatama, PT Anugerahinti Gemanusa, PT Darmex Biofuels, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Primanusa Palma Energi, PT Ciliandra Perkasa, PT Cemerlang Energi Perkasa, dan PT Energi Baharu Lestari.
Dana pungutan terbesar diterima oleh PT Wilmar Nabati Indonesia, yakni Rp1,02 triliun atau 31% dari total Rp3,2 triliun. Sementara, biofuel yang diproses oleh perusahaan itu mencapai 330.139.061 liter.
BPDPKS memiliki target penyaluran dana Pungutan Ekspor (PE) sawit untuk replanting atau penamanam kembali pada 2016 mencapai Rp1 triliun. Adapun target 2016 dengan program peremajaan yang sedang proses mencapai 4.396 hektare dengan 2.140 petani dalam 12 koperasi pertanian, yang masing-masing, mendapatkan sokongan dana Rp25.000.000 per Ha.
Sejumlah aktivis di Medan mempertanyakan, apa nama koperasi dan siapa petani sawit yang menerima bantuan peremajaan sawit. Artinya, penyaluran dana peremajaan yang disebutkan tadi di Sumatera Utara diduga terjadi manipulasi dan rekayasa.
Sejumlah perusahaan sawit berskala besar mendapat subsidi dari pemerintah sebesar triliunan rupiah sebagai timbal balik atas penjualan minyak kelapa sawit untuk campuran solar alias biodiesel. Subsidi ini timbal balik atas penjualan minyak kelapa sawit untuk campuran solar alias biodiesel.
Pengakuan Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Agribisnis, karena yang punya industri adalah perusahaan. Ini untuk menjaga harga minyak sawit tetap stabil, agar industri kelapa sawit tetap berkelanjutan. BPDPKS mengatakan, target penyaluran dana pungutan ekspor sawit untuk replanting atau penamanam kembali pada 2016 mencapai Rp1 triliun.
Target tahun 2016 dengan program peremajaan yang sedang proses mencapai 4.396 hektare dengan 2.140 petani dalam 12 koperasi pertanian, yang masing-masing, mendapatkan sokongan dana Rp25.000.000 per Ha. BPDP juga andil dalam penelitian seiring peningkatan produksi turunan sawit dan peremajaan tanaman dengan dana riset Rp146 miliar pada tahun 2016 lalu.
Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) atau BLU Sawit mencatat, dana insentif biodiesel yang telah terkumpul sejak Agustus 2015 sampai 31 Desember 2017 sebesar Rp21,47 triliun. Dana dari pungutan ekspor kelapa sawit itu, digunakan untuk mendanai berbagai program pengembangan industri dan Perkebunan sawit di Indonesia, termasuk pengembangan biodiesel.
Berdasarkan catatan BPDPKS, total volume biodiesel yang mendapatkan dana insentif selama periode tersebut mencapai 4,91 juta kilo liter (KL). Adapun kontribusi BPDPKS ke negara dari PPN pembayaran dana biodiesel pada periode tersebut sekitar Rp1,95 triliun.
Ada beberapa perusahaan besar yang mendapat insentif tersebut. Diantaranya Wilmar Group, Musim Mas Group, Darmex Group, Permata Group, dan beberapa badan usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) lainnya.
Baca juga: KPK Segera Panggil AS Terkait Dugaan Korupsi Dana Hibah Jatim
Selama 2015, Wilmar Group mendapatkan insentif sebesar 51,13% dari dana insentif yang dianggarkan BPDPKS, Musim Mas Group mendapat 19,61%, Darmex Group 16,45%, Permata Group 6,17%, dan sepuluh badan usaha BBN lainnya mendapat 6,65%.
Selanjutnya di 2016, meski porsinya menurun, Wilmar Group tetap mendominasi insentif BPDPKS sebesar 41,38%, disusul Musim Mas Group 16,69%, Darmex Group 10,44%, Permata Group 6,20%, Sinar Mas Group 3,43%, dan 21,86% pada16 badan usaha BBN lainnya.
Wilmar Group juga masih mendapatkan porsi terbesar insentif dari BPDPKS sebesar 36,85%. Disusul dengan Musim Mas Group yang mendapat porsi sebesar 15,58%, Darmex Group 12,46%, Permata Group 6,18%, dan Sinar Mas Group 5,80% dan 19 badan usaha BBN lainnya sebesar 23,13%. (KRO/RD/DN)