Misteri Akumulasi Pabrik Minyak Goreng PT. INL Rugi, Siapa “Dosa” Siapa (Selesai)

104

RADARINDO.co.id-Medan: Laporan keuangan INL tahun 2016 -2018 membukukan akumulasi rugi sebesar Rp32.325.289.616 dari biaya administrasi dan lain-lain. Tercatat bahwa INL kehilangan potensi memperoleh pendapatan minimal sebesar Rp2.224.458.728.400.

Nilai potensi produksi INL jika beroperasi sesuai rencana dari bulan Juni sampai Oktober 2018. Dapat dikemukakan bahwa dampak dari terlambat operasional pabrik INL membuat INL kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan dari bulan Juni sampai Oktober 2018 minimal sebesar Rp2.224.458.728.400.

Timbulnya permasalahan disebabkan karena tidak sesuai Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU 2011 tentang Penerapan Good Corporate Governance (GCG) BUMN sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/2012.

Baca juga : Eksekusi Lahan HGU PTPN 4 Balimbingan Mendapat Appresiasi Sejumlah Pihak

Permasalahan tersebut mengakibatkan INL berpotensi terbebani biaya tambahan sebesar Rp48.156.177.889 dan kehilangan potensi memperoleh pendapatan minimal sebesar Rp2.224.458.728.400.

Hal tersebut disebabkan oleh Bagian Pengembangan PTPN III kurang cermat dalam menyatakan Pembangunan PMG dengan spesifikasi tangki, pompa produk (stearin), bangunan front office dan kantin, serta bangunan main office sesuai kebutuhan di dalam ITB.

Panitia seleksi pelelangan pekerjaan PMG yang kurang cermat dalam menyatakan spesifikasi tangki, pompa produk (stearin), bangunan front office dan kantin, serta bangunan main office sesuai kebutuhan di dalam ITB dan manajer proyek INL yang kurang cermat melaksanakan kewajibannya untuk memastikan pelaksanaan pekerjaan sesuai Kontrak dan menuangkan perubahan pekerjaan dalam suatu kesepakatan dan/atau addendum.

Dampak buruk lainya, belum beroperasinya PMG -INL mengakibatkan modal disetor PTPN III pada INL berkurang sebesar Rp19.051.472.520 dan PTPN IV.

Nilai saham sebesar Rp259.220.000.000, merupakan modal saham ditempatkan/disetor PTPN III dan PTPN IV masing-masing sebesar Rp132.200.000.000, dan Rp127.020.000.000.

Permasalahan INL belum beroperasi hasil penelaahan atas Feasibility Study (FS) PT INL tanggal 20 September 2016 dapat dikemukakan bahwa, latar belakang pembentukan PT INL adalah untuk menampung sebagian produksi CPO dari PTPN III dan PTPN IV yang merupakan produsen terbesar CPO dari keseluruhan PTPN.

Belum beroperasinya pabrik tersebut dikarenakan masih menunggu kesiapan pelaksana pekerjaan yaitu Konsorsium Wika – Lipico untuk melakukan commissioning. Hal tersebut membuat INL belum dapat memperoleh pendapatan dari operasional perusahaann.

Penelaahan terhadap laporan keuangan INL diketahui dari tahun 2016 hingga triwulan III 2018, INL telah membukukan akumulasi rugi total sebesar Rp32.325.289.616,00 yang berasal dari biaya administrasi dan biaya lain-lain.

Memperhitungkan akumulasi kerugian tersebut, maka modal PTPN III pada INL telah berkurang total sebesar Rp19.051.472.520. Sehingga modal PTPN III per triwulan III 2018 sebesar Rp113.148.527.480 (Rp132.200.000.000 + Rp19.051.472.520).

PT INL membutuhkan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman bank untuk biaya investasi dan kebutuhan modal kerja masing-masing sebesar Rp564.469.755,20 ribu dan Rp410.500.000 ribu atau total sebesar Rp974.969.755,20 ribu.

Sedangkan pembiayaan yang bersumber dari modal sendiri untuk biaya investasi dan kebutuhan modal kerja masing-masing Rp309.229.925,80 ribu dan Rp175.996.616,00 ribu atau total Rp485.226.541,80 ribu.

Namun dari realisasi pembiayaan PT INL diketahui bahwa, PT INL belum memperoleh pinjaman dari bank. Hal tersebut dikarenakan PT INL belum beroperasi, sehingga membuat PT INL tidak dapat menyajikan proyeksi cash flow kepada bank.

Belum diperolehnya pembiayaan bank tersebut membuat PT INL dalam memenuhi kebutuhan keuangan melakukan peminjaman kepada PTPN III dan PTPN IV masing-masing sebesar Rp164.220.000.000 dan Rp115.000.000.000 atau total sebesar Rp279.220.000.000.

Pinjaman dari PT INL tersebut membebani PTPN III total Rp164.220.000.000.
Selanjutnya hingga Oktober 2018, PTPN III dan PTPN IV belum memberikan tambahan modal di setor kepada PT INL, sehingga modal sendiri dari PT INL masih sebesar Rp259.220.000.000.

Dengan demikian sumber pembiayaan PT INL total sebesar Rp538.440.000.000 (Rp279.220.000.000 + Rp259.220.000.000). Sehingga realisasi sumber pembiayaan PT INL baru mencapai 36,87% (Rp538.440.000.000 / Rp1.460.196.297.000) dari total pembiayaan yang dibutuhkan PT INL.

Hal tersebut membuat operasional PT INL berpotensi terhambat. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah diubah
melalui Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/2012 yang menetapkan
antara lain pada Pasal 26.

Ayat (1), Direksi harus menetapkan suatu sistem pengendalian intern yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset perusahaan. Sistem Manajemen PTPN III Nomor PK-3.04-56 tentang Prosedur Kerja Penambahan Penyertaan Modal ke Anak Perusahaan yang menetapkan antara lain pada Nomor 4. Penambahan penyertaan modal ke anak perusahaan berjalan efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.

Kondisi tersebut mengakibatkan modal PTPN III berkurang minimal sebesar Rp19.051.472.520. PTPN III terbebani atas pinjaman PT INL sebesar Rp164.220.000.000,
dan Operasional PT INL berpotensi terhambat atas belum terpenuhinya pembiayaan.

Hal tersebut disebabkan Direksi PTPN III kurang berhati-hati dalam melakukan penanaman saham atas PT INL yang belum beroperasi. Direktur PT INL kurang optimal dalam mencari sumber pembiayaan perusahaan.

Penjelasan Direksi PT INL disepakati oleh Direksi PTPN III bahwa berkurangnya modal disetor tersebut karena ada perbedaan konsep pengakuan Asset (Aktiva Tetap) antara Feasibility Study (FS) PT INL tanggal 20 September 2016 dengan Prinsip Standar Akuntansi (PSAK).

Selain itu, berkurangnya modal disetor tersebut juga karena ada biaya bunga yang dibebankan terhadap pinjaman PT INL ke PTPN III dan PTPN IV.

Baca juga : Kejaksaan Agung Periksa 1 Saksi Perkara SKEBP Daging Sapi

Sayangnya, hingga berita dilansir, pihak termohon informasi belum bersedia memberikan tanggapan atas konfirmasi berita yang disampaikan KORAN RADAR GROUP.

Sejumlah pihak menuding pihak Aparat Penegak Hukum (APH) terkesan melakukan pembiaran. Mestinya kasus tersebut diproses secara hukum guna menelusi aliran dana dan kelayakan penyertaan modal karena telah menjadi beban financial.

Namun demikian, dalam menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah. Maka tidak ada alasan bagi APH untuk mengabaikan perintah Undang -Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Karena tidak tertutup kemungkinan pihak peran serta masyarakat bisa menggugat kasus tersebut hingga ke ranah hukum. Sehingga publik akhirnya ingin tahu dengan jelas dan transfaran. (KRO/RD/TIM)