Pola Kemitraan Sawit Dapat Ciptakan Keharmonisan Lingkungan

15

RADARINDO.co.id – Jakarta : Disatu sisi, banyak hasil-hasil positif yang telah dicapai perusahaan pekebun besar. Namun, disisi lain juga sering terjadi permasalahan dengan petani sawit, sehingga perlu menumbuh kembangkan sinergi antara keduanya dalam bentuk kemitraan.

Melansir sawitsetara.net, telah banyak pola kemitraan antara perusahaan dengan pekebun. Dimulai dari program PIR (perkebunan inti rakyat) sejak tahun 1969, kemudian pola plasma atau kebun binaan.

Baca juga : Sidang Gugatan STNK dan SIM Berlaku Seumur Hidup Kembali Digelar

Dalam perjalanan petani plasma yang merupakan binaan perusahaan, kerap terjadi perselisihan yang sering diakhiri dengan perceraian antara kedua pihak. Seringkali karena tidak terjadinya komitmen dan komunikasi seiring dengan berjalannya waktu.

Belum lama ini, pemerintah mengusung program Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) yang didasari oleh Permentan nomor 26 tahun 2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan dan diubah melalui Permentan nomor 98 tahun 2013.

“Dengan berakhirnya berbagai program PIR  sekitar 2005 maka pembangunan kebun bagi masyarakat sekitar menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan kesejahteraan diperkebunan dan menjaga hubungan yang harmonis antara perusahaan perkebunan  dengan masyarakat sekitar,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Heru Tri widarto, S.SI., M.SC dalam diskusi dengan tema ‘Memperkuat Kemitraan Sawit Melalui Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat’, Jum’at (26/5/2023) lalu.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr. Rino Afrino, ST. kemudian menajamkan bentuk hubungan atau kemitraan yang tepat agar betul tercipta harmonisasi antara kedua pihak, khususnya dilihat dari kacamata petani sawit itu sendiri.

“Petani kelapa sawit disektor hulu sebagai penghasil TBS tidak mungkin tidak bermitra, ini yang harus menjadi perhatian untuk kita semua bahwa petani kelapa sawit itu harus bermitra dan kemitraan itu harus berkelanjutan untuk mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan,” imbuh Rino.

Hal ini menjadi pertanyaan besar, kenapa kemitraan bisa bubar. Padahal, kemitraan ini menjadi salah satu jawaban untuk petani kelapa sawit terhadap tantangan kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Baca juga : Mulai Juni 2023, Polres Padang Sidempuan Berlakukan Tilang Manual

Menurut Rino, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kemitraan yang langgeng, diantaranya aspek yang terkandung dalam kemitraan apakah sudah mencakup aspek ekonomi, ekologi, sosial, dan hukum.

Dalam hal penyelenggaraan kemitraan, Rino menemukan bahwa antara petani, perusahaan dan koperasi punya pandangan yang berbeda terhadap penyelenggaraan kemitraan. Masing-masing punya pandangan sendiri, dan tidak sepakat antara satu dan lainnya. (KRO/RD/SS)