RADARINDO.co.id – Medan : Presiden Prabowo diminta segera menurunkan tim audit handal untuk menelusuri aliran dana di manajamen PT NDP dan NDB, yang merupakan anak perusahaan PTPN II Tanjung Morawa, yang sempat viral setelah digerebek penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, baru- baru ini.
Hingga saat ini, publik masih mempertanyakan siapa nama-nama yang dijadikan tersangka, lantaran belum diumumkan pihak penyidik. Berdasarkan data yang disampaikan sumber masyarakat secara tertulis, ada beberapa kejanggalan yang belum didalami penyidik.
Diantaranya terkait penyertaan modal pada PT NDP tak sesuai yang mengakibatkan PTPN II belum memperoleh keuntungan dari proyek KDM. “Kami meminta penyidik untuk tidak tebang pilih terhadap penanganan kasus. Harus jelas dan transparan,” ujar sumber belum lama ini.
Baca juga: Penjualan Rumah Kota Mandiri Bekala Dicurigai Menyimpang Miliaran Rupiah Tak Jelas
Pembentukan PT DMKB terindikasi merugikan PTPN II senilai Rp1.250.000.000. Bagi hasil PPLWH berpotensi merugikan PTPN II dan PT NDP. BSPL terindikasi mengurangi porsi pendapatan PTPN II dan PT NDP.
Penggantian lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi tidak terealisasi. Pelaksanaan proyek KDM tidak terukur. Kelebihan transfer dari PTPN II kepada PT NDP berpotensi tidak diganti senilai Rp1.372.063.871.
Pemisahan sertifikat HGB kawasan residensial berpotensi terhambat dan Penyertaan Modal PTPN II pada PT NDP tidak sesuai arahan pemegang. Konon, proses Inbreng Tanah sebagai Penyertaan Modal pada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) diduga tidak sesuai Akta Pendirian Perusahaan.
Presiden Prabowo agar memberi atensi laporan masyarakat bahkan dikuatkan LHP BPK RI untuk dijadikan bahan dalam mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang yang diduga mengakibatkan PTPN II mengalami kerugian.
PT Nusa Bekala Dua atau NDB merupakan anak perusahaan PTPN 2 (PTPN I Regional I–Red). Terindikasi melakukan dugaan penyalahgunaan manajemen. Berdasarkan Surat Menteri Negara BUMN Nomor S-434/MBU/2014 tanggal 24 Juli 2014 dan S565/MBU/09/2014 tanggal 30 September 2014 perihal persetujuan pendirian perusahaan patungan KSO untuk proyek KDM merupakan dasar pembentukan perusahaan patungan antara PTPN II (Persero) dan PT Nusa Dua Bekala (NDB) yaitu PT Nusa Dua Propertindo (NDP) yang bergerak dalam bidang usaha pengelolaan bisnis property dan pembentukan 6 (enam) perusahaan patungan PTPN II dengan CKPSN.
Sedangkan pemegang saham PTPN II dalam hal ini Menteri Negara BUMN menyetujui penghapusbukuan dan pemindahtanganan tanah HGU beserta aset diatasnya seluas 2.514 Ha yang merupakan bagian total dari + 8.164 Ha eks Kebun Helvetia, Bandar Klippa, Sampali dan areal Kebun Penara untuk dijadikan tambahan penyertaan PTPN II pada PT NDP yang akan dilaksanakan secara bertahap selama jangka waktu maksimal 3 tahun.
Kemudian melalui surat keputusan pemegang saham PTPN II Nomor DTRS/N.II/2452/2021 tanggal 18 Agustus 2021 perihal Penegasan atas Keputusan Para Pemegang Saham PTPN II kembali menegaskan bahwa penyerahan tanah Inbreng dalam rangka penghapusbukuan dan pemindahtanganan tanah HGU seluas 2.514 Ha tersebut dapat dilakukan secara bertahap selama jangka waktu maksimal 3 tahun sejak MCA ditandatangani atau paling lambat tanggal 25 Juni 2023.
Demikian juga untuk pelaksanaan penghapusbukuan dilakukan sesuai tahapan Inbreng kepada PT NDP. Disebutkan dalam dokumen atas inbreng tanah pada proyek KDM atau Kawasan Deli Megapolitan seluas 2.514 Ha menunjukkan bahwa Akta Inbreng Pelepasan Hak Atas tanah HGU milik PTPN II sampai dengan tanggal 26 Juni 2023 hanya mencapai 2.480,01 Ha.
Baca juga: Geger, Penyertaan Modal PT NDP Rugikan PTPN II
Dimana sesuai Nilai penyertaan PTPN II pada PT NDP atas lahan seluas 2.480,01 Ha senilai Rp625.178.000.000. Diduga masih terdapat sisa tanah HGU milik PTPN II yang belum dilakukan akta Inbreng seluas 33,9 Ha yaitu lahan yang berada di lokasi Kebun Penara, sehingga memerlukan persetujuan kembali pemegang saham dalam hal ini PTPN III.
Konon pihak berkompeten, yakni bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II belum mengajukan persetujuan penghapusan atas sisa tanah inbreng tersebut kepada pemegang saham.
Akibanya kondisi tersebut diduga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/2010 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/03/2021 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN.
Yaitu pada Pasal 16 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Persetujuan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan 15 berlaku selama 1 tahun terhitung sejak diterbitkan persetujuan dimaksud.
Pasal 16 ayat (2) menyebutkan bahwa dalam hal Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan belum dapat direalisasikan dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Diyakini, Presiden prabowo belum mengetahui informasi ini, seiring digantinya Meneg BUMN belum lama ini. Seharusnya Direksi dapat mengajukan permohonan persetujuan izin baru disertai penjelasan mengenai kendala pelaksanaan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan selama kurun waktu 1 tahun tersebut serta rencana penyelesaian pelaksanaan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah pasal 165 ayat 1.
Yang menyatakan bahwa dalam hal perubahan Hak Guna Usaha karena terjadi revisi RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 huruf b, Hak Guna Usaha disesuaikan menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan kewajiban pemegang Hak Guna Usaha menyerahkan paling sedikit 20% kepada negara dari luas bidang tanah Hak Guna Usaha yang diubah Master Cooperation Agreement antara PTPN II, CKPSN dan PT NDP yang terakhir di addendum pada 23 Juni 2023.
Pada Pasal 8.1.1 menyatakan bahwa RKT merupakan rencana kerja tahunan dari masing-masing PUP dipersiapkan dengan mengacu kepada Master Plan untuk kemudian disahkan dan disepakati oleh para pemegang saham masing-masing PUP melalui Rapat Umum Pemegang Saham baik melalui penyelenggaraan RUPS secara fisik ataupun RUPS berdasarkan keputusan bersama melalui surat edaran (circular resolution) (“RUPS”).
Pasal 8.2 yang menyatakan bahwa dari waktu ke waktu, para pihak sepakat dan menyebabkan masing-masing para pemegang saham PUP untuk mengesahkan dan menyetujui RKT dari masing-masing PUP terkait berdasarkan itikad baik dan praktek yang terbaik (best practice) dari real estat pada umumnya di Indonesia.
Pasal 10.2.4 menyatakan bahwa para pihak sepakat untuk menyebabkan masing-masing PUP Aset menyampaikan laporan berkala pada tanggal 10 setiap bulannya kepada para pihak, yang berisi laporan hasil penjualan produk real estat dari masing-masing PUP Aset tersebut.
Laporan berkala tersebut akan digunakan oleh para pihak sebagai dasar untuk memperhitungkan jumlah PPLWH yang akan diterima oleh PTPN II dan/atau PT NDP dari hasil penjualan produk real estat yang tercantum dalam laporan berkala tersebut.
Pasal 31.1 menyatakan bahwa CKPSN dengan ini memberikan kesepakatan dan janji yang tidak dapat ditarik kembali di masa yang akan datang, bahwa tidak lebih dari 3 tahun terhitung dari sejak ditandatanganinya perjanjian ini atau dalam tenggat waktu lainnya yang dapat disetujui secara tertulis oleh PTPN II dan CKPSN.
Pasal 31.2 menyatakan penyediaan lahan seluas sedikit-dikitnya 10.000 Ha dengan ketentuan, pembelian lahan yang telah diterbitkan sertifikat Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit dengan dana berasal dari CKPSN.
Dalam hal ini CKPSN tidak dapat menyediakan lahan sesuai dengan ketentuan huruf a diatas. CKPSN akan membeli suatu perusahaan perkebunan yang mempunyai areal Hak Guna Usaha minimal seluas 10.000 ha dengan dana yang berasal dari CKPSN dan selanjutnya PTPN II akan diberikan saham terhadap perusahaan perkebunan yang dibeli oleh Ciptra KPSN sebesar 70% dari seluruh saham yang dikeluarkan oleh perusahaan perkebunan tersebut.
Apabila ketentuan huruf a dan b tersebut tidak dapat dilakukan, maka CKPSN wajib menyediakan lahan perkebunan kerjasama tambahan kepada PTPN II sedikit-dikitnya seluas 10.000 Ha.
Peraturan Direksi PTPN II (Persero) Nomor DIR/PER/16/2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang SOP Kerja sama Optimasi Usaha di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group pada Prinsip Umum Pasal 4 ayat 1 huruf a yang menyatakan bahwa Kerja Sama dilakukan dengan memperhatikan asas transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, kemanfaatan, dan kewajaran serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akta Nomor 08 dari Notaris tanggal 25 Juli 2019 mengenai perubahan jenis saham dan perubahan Anggaran Dasar PT Perkebunan Nusantara II dengan perubahan terakhir Akta Nomor 01 dari Notaris tanggal 13 Oktober 2022.
Pasal 11 tentang tugas, wewenang dan kewajiban Direksi PTPN II antara lain menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi AD Perseroan dan peraturan perundangan-undangan yang belaku serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran.
Surat Keputusan para pendiri PT Nusa Dua Propertindo Nomor PTPN II : Dir/X/81/VI/2020 Nomor PT NDB : 06/NDB/Kpts/VI/2020 tanggal 25 Juni 2020 Perihal persetujuan perjanjian transaksi Proyek Kota Deli Megapolitan.
Yaitu pada angka 2 yang menyebutkan, selaku para pemegang saham menyetujui perjanjian transaksi proyek Kota Deli Megapolitan atas penghapusbukuan dan pemindahtanganan tanah HGU beserta aset diatasnya hingga maksimum seluas 2.514 Ha (“Tanah Inbreng) yang dilakukan dalam jangka waktu maksimal 3 tahun sejak diperolehnya Persetujuan Tetap (sebagaimana hal ini disyaratkan dalam Persetujuan Tetap) untuk dijadikan tambahan penyertaan PT Perkebunan Nusantara II kepada PT Nusa Dua Propertindo.
SK Direksi PTPN II Nomor Dir/Kpts/166/VII/2021 tanggal 5 Juli 2021 tentang Perubahan dan Pembagian Tugas dan Wewenang Senior Executive Vice President (SEVP) PTPN II Pasal 6 yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang SEVP Manajemen Aset, antara lain membawahi dan mengkoordinir Bagian Hukum serta Bagian Disposal eks HGU dan Pengamanan Aset.
Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan Operasional dalam ruang lingkup Bagian Hukum serta Bagian Disposal eks HGU dan Pengamanan Aset. Melaksanakan dan memantau penerapan prinsip-prinsip GCG dan manajemen risiko di Bagian Hukum serta Disposal eks HGU dan Pengamanan Aset.
SK Direksi PTPN II Nomor 2.6-Dir/Kpts/487/IX/2022 tanggal 7 September 2022 tentang Uraian Tugas Karyawan Pimpinan PTPN II, uraian tugas. Kepala Bagian Hukum, antara lain mengawasi proses pelepasan aset untuk kepentingan umum sesuai aturan yang berlaku dan melaksanakan yang sifatnya ad hoc.
Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability, antara lain mengevaluasi kajian internal/eksternal sebagai kajian awal atas rencana bisnis (Business Project) dan aksi korporasi yang akan dilaksanakan perusahaan dan/atau melakukan kajian eksternal.
Yakni dengan menggunakan Jasa Konsultan Independen yang disetujui Direktur atau SEVP Teknis atas rencana bisnis (Business Project) dan aksi korporasi yang akan dilaksanakan perusahaan dan berkoordinasi dengan bagian terkait dalam melakukan, meninjau dan mengevaluasi kerjasama optimalisasi pemanfaatan aset perusahaan. (KRO/RD/TIM)







