Telan Anggaran Hingga Rp13 Miliar, Kegiatan Retret Dilapor ke KPK

14

RADARINDO.co.id – Jakarta : Disinyalir berpotensi melanggar hukum, kegiatan retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang, dilaporkan koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mereka mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan lebihlanjut. Dimana, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, mengungkapkan bahwa retret yang dilaksanakan selama 8 hari itu menelan anggaran hingga Rp13 miliar.

Baca juga: PT Pegadaian Gelar Festival Ramadhan di Padangsidimpuan

Namun, Bima menekankan bahwa penggunaan anggaran tersebut perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas. “Anggaran yang digunakan sebesar Rp13 miliar, dan tentunya kita harus mempertimbangkan hal ini dari perspektif yang lebih besar,” ujar Bima Arya dalam konferensi pers di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, Jum’at (21/2/2025) lalu.

Bima mengatakan, saat ini anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sebesar Rp3.600 triliun, dan uang yang beredar di daerah melalui anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sebesar Rp1.300 triliun.

Anggaran besar ini diharapkan bisa dikelola dengan baik melalui orientasi yang menghabiskan anggaran Rp13 miliar. Menurutnya, retret bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para kepala daerah tentang bagaimana mengelola anggaran dengan baik demi kepentingan rakyat.

“Setelah retret ini, para kepala daerah diharapkan bisa mengelola anggaran tersebut untuk kembali digunakan demi kesejahteraan rakyat, berdasarkan prinsip pemerintahan yang bersih dan profesional,” kata Bima.

Terlepas tujuan kegiatan, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, kepada wartawan di Gedung KPK mengatakan, pihaknya mencurigai adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Terutama terkait dengan proses pengadaan dan penggunaan anggaran.

Feri Amsari menjelaskan, terdapat sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan orientasi tersebut, salah satunya adalah penunjukan PT Lembah Tidar Indonesia (LTI) sebagai pihak yang mengelola kegiatan retret.

Menurutnya, PT LTI memiliki keterkaitan dengan lingkaran kekuasaan, sehingga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. “Proses pengadaan untuk kegiatan ini tidak dilakukan secara terbuka. Penunjukan PT LTI ini mencurigakan, karena perusahaan tersebut relatif baru namun dipercaya mengorganisir program besar ini,” kata Feri, Jum’at (28/2/2025).

Selain itu, Peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra, mengungkapkan bahwa kewajiban bagi kepala daerah untuk mengikuti retret ini tidak didasarkan pada regulasi yang sah.

Dirinya juga menyoroti adanya pembiayaan yang diduga dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), padahal hal ini seharusnya menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Biaya yang dibebankan kepada APBD menciptakan celah anggaran yang sangat besar. Bahkan, ditemukan ketidaksesuaian antara rencana anggaran dan pelaksanaan di lapangan, di mana sekitar Rp6 miliar diduga ditanggung oleh APBD,” kata Annisa.

Menurutnya, hal ini berpotensi menjadi pengalihan dana secara tidak sah. Annisa juga menyoroti bahwa PT Lembah Tidar Indonesia, yang dipercayakan untuk mengelola retret, diduga memiliki hubungan dengan Partai Gerindra.

“Komisaris dan direksi PT LTI adalah anggota Partai Gerindra, yang memperburuk dugaan konflik kepentingan dalam proyek ini,” tegasnya.

Baca juga: Nekat Racik Bahan Peledak, Pria Ini Terancam Penjara Seumur Hidup

Koalisi masyarakat sipil menilai bahwa pelaksanaan retret kepala daerah ini berpotensi menjadi pemborosan anggaran di tengah kebijakan efisiensi yang seharusnya diterapkan di berbagai kementerian dan lembaga.

“Penggunaan uang rakyat ini tidak transparan, tidak bertanggungjawab, dan berisiko menimbulkan celah korupsi,” ujar Annisa. (KRO/RD)