RADARINDO.co.id – Medan : Aparat Penegak Hukum diminta mengusut pemberian kredit oleh Bank Sumut senilai Rp15.583.180.000 kepada PT MIM dan Grup. Pemberian fasilitas kredit terindikasi tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian Perbankan tahun buku 2022.
PT Bank Sumut menyetujui permohonan restrukturisasi Kredit Umum (KU) dan Kredit Angsuran Lainnya (KAL) Debitur PT MIM dan grup usahanya yaitu PT RPM dan KPS RJ pada KC Tebing Tinggi.
Baca juga: Agunan Kredit Rp15,5 Miliar di Bank Sumut Diduga Hilang
Selain KU dan KAL tersebut, PT MIM juga menerima satu fasilitas lainnya yaitu Kredit SPK Jangka Pendek. Dengan demikian, PT MIM menerima tiga fasilitas kredit yaitu fasilitas KU – Rekening Koran, KAL, dan Kredit SPK Jangka Pendek.
PT RPM menerima satu fasilitas kredit KU. KPS RJ menerima Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). PT DLS adalah grup usaha dari PT MIM, namun perusahaan bukan merupakan Debitur dari PT Bank Sumut. Sumber pembayaran atas angsuran di PT Bank Sumut untuk PT MIM dan grup usaha saat ini bergantung kepada kemampuan keuangan PT DLS.
Fasilitas kredit debitur an PT MIM dan grup usaha (PT RPM dan KPS RJ) terungkapkan bahwa analisis pemberian KU, KAL, Kredit SPK Jangka Pendek dan KUPS yang tidak didukung bukti yang memadai senilai Rp15.583.180.000.
Pemberian kredit kepada PT MIM diduga tidak berdasarkan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan Memorandum pengusulan kredit nomor 076/KC10PM/MPK/KRK/2013 tanggal 7 Mei 2013 bahwa sesuai dengan perhitungan cash flow dan rasio kebutuhan modal kerja.
Kantor Cabang Tebing Tinggi mengusulkan pembaruan kredit PT MIM dengan plafon senilai Rp22.500.000.000. Namun demikian hal tersebut tidak tercermin pada berkas dokumen kredit Debitur.
Pemberian kredit kepada PT RPM diduga tidak didukung dengan dokumen pendukung yang cukup dan memadai berdasarkan Memorandum pengusulan kredit Nomor 084/KC10/PmMEMO/KRK/2014 tanggal 17 Juli 2014 bahwa terdapat permohonan Kredit Umum dengan plafon kredit Rp2.500.000.000 untuk melanjutkan pembangunan perumahan FLPP tipe 36 yang merupakan program Kementerian Perumahan Rakyat RI untuk kalangan menengah ke bawah.
Selain itu terdapat rencana sumber dana untuk kebutuhan modal kerja PT RPM dengan nilai pekerjaan pengembangan perumahan FLPP tipe 36 senilaiRp4.424.000.000, tidak didukung bukti Surat Perjanjian Kontrak (SPK) dengan pihak pemberi kerja Kementerian Perumahan Rakyat RI.
Dengan demikian keperluan pendanaan/kredit untuk pembangunan perumahan FLPP tipe 36 tidak dapat diyakini kebenarannya. Kemampuan membayar debitur bukan bersumber dari kegiatan usaha pada berkas dokumen restrukturisasi kredit ketiga (Tahun 2022) disajikan laporan keuangan (Unaudited) PT MIM dan proyeksi cash flow pembayaran kewajiban Debitur.
Diketahui pendapatan PT MIM pada 2020 dan 2021 adalah pendapatan yang bersumber dari pendapatan lain-lain, masing-masing senilai Rp650.000.000 dan Rp450.000.000. Pada laporan keuangan PT MIM tersebut tidak ditemukan catatan atas pendapatan yang bersumber dari bidang usaha utamanya.
Berkas kredit diketahui bahwa PT MIM merupakan Debitur grup atau berafiliasi dengan beberapa Debitur lainnya, yaitu PT RPM dan KPS RJ. PT MIM bergerak di bidang developer pembangunan perumahan, kontraktor dan leveransir. Grup usaha Debitur lainnya yaitu PT RPM merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang developer pembangunan perumahan, dan KPS RJ merupakan kelompok peternak sapi dengan jumlah anggota delapan orang dan bergerak di bidang usaha pembibitan dan peternakan sapi.
PT MIM mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran ke bank terindikasi macet. Sehingga terjadinya penunggakan pembayaran. Kondisi grup usaha lainnya, yaitu PT RPM pada tanggal 31 Oktober 2014.
Debitur mulai mengalami kendala dalam memenuhi kewajiban pembayaran angsuran dikarenakan masalah izin peruntukan lahan dan izin prinsip mendirikan bangunan pada lokasi perumahan yang merupakan persyaratan pendahuluan untuk peningkatan menjadi Sertifikat Hak Milik belum terpenuhi sehingga proses memakan waktu yang cukup lama.
Baca juga: Eks Kadis Kesehatan Tapteng Ditahan Terkait Dugaan Korupsi BOK dan Jaspel
Selain itu terdapat keterlambatan pengurusan sertifikat induk mengakibatkan proses pemecahan sertifikat sesuai gambar site plan perumahan menjadi terhambat. Pemecahan sertifikat tersebut sebagai syarat dalam akad untuk KPR FLPP pada bank yang bekerjasama dengan PT RPM sehingga keterlambatan tersebut mengakibatkan permasalahan cash flow perusahaan dan pembangunan menjadi terhenti.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, saat dimintai tanggapan via WA terkait pemberian kredit Bank Sumut tidak sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan antara lain bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
BERSAMBUNG (KRO/RD/01)