Usut Realisasi Dana Pinjaman dan Talangan Holding PTPN

31

RADARINDO.co.id – Medan : Pada tanggal 8 Maret sampai 5 Juli 2019, Divisi Satuan Pengendalian Internal PTPN III (Persero) pernah melakukan audit evaluasi dan efektivitas penggunaan pinjaman PTPN III (Persero) pada PTPN I, VII, VIII, dan IX.

Divisi SPI PTPN III (Persero) konon dijelaskan hasil audit tersebut belum diterbitkan karena masih dalam proses pelaporan. Sedangkan anak perusahaan penerima total pinjaman sebesar Rp4.366.398.234.344, diberikan kepada:

1.PTPN VII nilai pinjaman per Des 2018 total sebesar Rp1.717.073.176.504.
2.PTPN I nilai pinjaman per Des 2018 sebesar Rp477.231.174.818.
3.PTPN IX nilai pinjaman per Des 2018 sebesar Rp1.226.909.771.762.
4.PTPN VIII nilai pinjaman per Des 2018 sebesar Rp945.184.111.260.

Disebutkan sumber bahwa perusahaan tersebut setelah program berjalan dari tahun 2016 sampai 2018 dengan posisi pinjaman per 31 Desember 2018 sebesar Rp4.366.398.234.344.

Baca juga: Usut Dana Pinjaman dan Talangan Holding PTPN III Rp702,6 Miliar

Koordinasi pinjaman bilateral anak perusahaan belum berjalan optimal Sejak PTPN III (Persero) ditunjuk sebagai holding PTPN Goup pada tahun 2014 hingga saat ini, PTPN III (Persero) belum pernah mengatur pinjaman anak perusahaan kepada bank.

Anak perusahaan masih diberikan kebebasan untuk melakukan pendanaan kepada pihak bank tanpa koordinasi dari holding. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

Diantaranya menetapkan pada Pasal 1 Nomor 18, Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh penyediaan dana dari Bank, termasuk: Huruf b, penerbit surat berharga, pihak yang menjual surat berharga manajer investasi kontrak investasi kolektif, dan atau reference entity.

Untuk Penyediaan Dana berupa Surat Berharga. Nomor 19 Reference Entity adalah pihak yang berutang atau mempunyai kewajiban membayar (obligor) dari aset yang yang mendasari (underlying reference asset), termasuk: Huruf a, penerbit dari Surat Berharga yang ditetapkan sebagai aset yang mendasari (underlying reference asset); dan Huruf b, pihak yang berkewajiban untuk melunasi piutang dari kredit atau tagihan yang dialihkan dan ditetapkan sebagai aset yang mendasari (underlying reference asset).

Pasal 5, Ayat (1), Bank dilarang memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait yang bertentangan dengan prosedur umum penyediaan dana yang berlaku. Selanjutnya pada Pasal 8: Ayat (1), Pihak tekait meliputi: Huruf c, perseorangan atau perusahaan/badan lain yang bertindak sebagai pengendali dari perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf b. Ayat (2), Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c adalah apabila perseorangan atau perusahaan/badan secara langsung atau tidak langsung.

Huruf a, memiliki secara sendiri atau bersama-sama sepuluh perseratus atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain; Huruf b, memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan atau mengendalikan secara sendiri atau bersama-sama (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain Huruf e, memiliki kewenangan dan atau kemampuan untuk menyetujui, mengangkat dan atau memberhentikan anggota Komisaris dan atau Direksi Bank atau perusahaan/badan lain.

Huruf f, memiliki kemampuan untuk menentukan (controlling influence) kebijakan strategis Bank atau perusahaan/badan lain: Huruf g, mengendalikan 1 (satu) atau lebih perusahaan lain yang secara keseluruhan memiliki dan atau mengendalikan secara bersama-sama sepuluh perseratus atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain.

Dari aturan di atas maka penentuan batas maksimum pemberian kredit oleh bank kepada PTPN tidak berdasarkan pada setiap anak perusahaan yang berdiri sendiri melainkan PTPN Grup dalam satu kesatuan.

Atas aturan tersebut, Holding dengan Surat Edaran Direksi Nomor HDO/SE/03/2019 tanggal 7 Januari 2019 tentang prosedur pengelolaan fasilitas kredit dan pengajuan pembiayaan investasi kepada Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) menerapkan Debt Centralized Management di lingkungan PTPN Grup.

Dalam Surat Edaran tersebut diantaranya mengatur bahwa anak perusahaan yang akan melakukan pinjaman modal kerja baru kepada perbankan/lembaga keuangan/pasar modal harus mendapatkan izin terlebih dahulu kepada holding. Selanjutnya untuk pembiayaan baru kredit investasi akan dilakukan oleh holding.

Namun Surat Edaran tersebut belum dilaksanakan dengan optimal, hal ini dapat terlihat pada PTPN IV yang akan melakukan pinjaman bilateral pada Bank Mandiri dan Bank BNI antara lain untuk kebutuhan pembayaran Tunjangan Hari Raya 2019.

Baca juga: Misteri Dana Pinjaman dan Talangan Holding PTPN III Rp702,6 Miliar Terungkap

Atas pengajuan pinjaman tersebut, Bagian Keuangan PTPN IV menjelaskan bahwa pihak perbankan secara lisan menolak pengajuan pinjaman karena PTPN Grup telah mencapai batas maksimum pemberian kredit.

Sehingga untuk kebutuhan pembayaran Tunjangan Hari Raya 2019, PTPN IV melakukan pinjaman talangan kepada PTPN III (Persero) dengan Perjanjian Talangan Nomor DDCF/SPJ-PTPN IV/26/2019 tanggal 10 Mei 2019 sebesar Rp100.000.000.000, yang digunakan untuk pembayaran Tunjangan Hari Raya tahun 2019.

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan koordinasi pinjaman bilateral pada PTPN Grup belum berjalan optimal. Holding belum memberikan Punishment kepada anak perusahaan atas penggunaan pinjaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Berdasarkan pemeriksaan atas punishment terhadap pelaksanaan pinjaman talangan maupun pinjaman penerusan kepada anak perusahaan, diketahui bahwa PTPN III (Persero) telah melakukan punishment kepada anak perusahaan antara lain dengan terbitnya Surat Peringatan Direktur Keuangan PTPN III (Persero) kepada Direktur Utama PTPN VII Nomor HDO/PTPN/1380/2018 tanggal 27 Agustus 2018.

Surat tersebut diterbitkan antara lain karena Direksi PTPN VII tidak dapat melunasi fasilitas penerusan pinjaman dengan perjanjian nomor 3.00/SPJ/08A/III/2017 tanggal 8 Maret 2017. Namun peringatan tersebut bukan disebabkan atas ketidaksesuaian peruntukan pinjaman. Selama ini, peringatan yang dilakukan hanya pada keterlambatan pelunasan dan kelengkapan administrasi pengajuan.

Hal tersebut dikarenakan PTPN III (Persero) belum pernah melakukan pemeriksaan atas penggunaan pinjaman oleh anak perusahaan. Belum memadainya pengendalian program pendanaan PTPN III (Persero) kepada anak perusahaan tersebut di atas, menimbulkan permasalahan-permasalahan Anak Perusahaan PTPN III (Persero) terbebani pajak pendapatan bunga sebesar Rp36.444.005.076,01 atas pendapatan bunga pinjaman talangan yang diterima PTPN III (Persero) dari anak perusahaan.

Berdasarkan hasil penelaahan atas perjanjian pinjaman talangan pada Pasal Cara Pembayaran, antara lain dinyatakan bahwa pembayaran pokok dan bunga serta biaya lain-lain dilakukan dengan mekanisme transfer ke rekening yang ditunjuk atas nama PTPN III (Persero).

Dengan mekanisme pembayaran tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pendapatan bunga atas transaksi pembayaran bunga oleh anak perusahaan. Atas pendapatan bunga tersebut dikenakan pajak bunga sebesar 15%. Beban pajak tersebut, dibebankan oleh PTPN III (Persero) kepada anak perusahaan.

Dari pemeriksaan atas potongan pajak atas pendapatan bunga tersebut, diketahui bahwa hingga semester I tahun 2019 anak perusahaan telah terbebani biaya pajak dari pendapatan bunga minimal sebesar Rp36.444.005.076,01.

Nilai pembebanan pajak tersebut merupakan pembebanan pajak yang dapat ditelusuri oleh Divisi Corfin, karena pelaksanaan penyaluran pinjaman talangan dilakukan oleh Divisi Corfin setelah tahun 2017.

Sedangkan atas pelaksanaan pinjaman talangan sebelum tahun 2017 masih dilakukan Bagian Keuangan PTPN III (Persero) stand alone, sehingga beban pajak tidak seluruhnya dapat ditelusuri nilai pembebanannya.

Baca juga: Pinjaman PTPN Rp30 Triliun Berubah Jadi Retrustrukturisasi Dicurigai Menyimpang

Rincian pembebanan pajak kepada anak perusahaan dapat dijelaskan pada total pinjaman talangan kepada anak perusahaan sampai semester I 2019 sebesar Rp5.264.556.680.088, dan total PPh dibebankan Rp36.444.005.076,01 yakni:

1.PTPN I pinjaman Rp240.704.207.000, PPh dibebenkan Rp1.816.316.387,65
2.PTPN II pinjaman Rp228.300.000.000 PPh dibebankan Rp1.195.801.678,91
3.PTPN IV pinjaman Rp100.000.000.000, PPh dibebankan Rp425.519.740,61
4.PTPN VI pinjaman Rp25.000.000.000, PPh dibebankan Rp39.888.020,83
5.PTPN VII pinjaman Rp 1.091.404.649.036 PPh dibebankan Rp7.572.885.541,55

6.PTPN VIII pinjaman Rp89.302.000.000 PPh dibebankan Rp499.908.336,35
7.PTPN IX pinjaman Rp261.251.000.955 PPh dibebankan Rp1.982.533.593,57
8.PTPN XI pinjaman Rp526.548.205.838 PPh dibebankan Rp2.116.071.367,22
9.PTPN XII pinjaman Rp351.489.365.000, PPh dibebankan Rp 2.929.852.665,90
10.PTPN XIII pinjaman Rp1.772.372.952.259, PPh dibebankan Rp13.066.958.304,13

11.PTPN XIV pinjaman Rp249.000.000.000, PPh dibebankan Rp2.118.905.005,56
12.KPBN pinjaman Rp254.184.300.000, PPh Rp2.058.128.652,48
13.INL pinjaman Rp75.000.000.000, PPh dibebankan Rp621.235.781,25

Hingga berita ini dilansir Direktur Utama Holding PTPN III belum bersedia menjawab konfirmasi RADARINDO terkait hal tersebut. Aparat Penegak Hukum (APH) didesak segera mengusut aliran dana pinjaman kepada anak perusahaan PTPN III. (KRO/RD/TIM)