Kemdiktisaitek Angkat Bicara Soal Temuan Banyak Dosen Bolos Ngajar

18
Ilustrasi

RADARINDO.co.id – Jakarta : Kementerian Pendidikan Tinggi Sains Teknologi (Kemdiktisaintek) angkat bicara soal temuan banyaknya dosen yang terlambat dan bolos mengajar, sehingga mengganggu kegiatan mengajar mahasiswa.

Fakta tersebut terungkap berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024, yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (24/4/2025) lalu.

Baca juga: Polda Metro Bongkar Sindikat Perdagangan Saham dan Crypto Fiktif

“Kita pasti mendorong agar teman-teman dosen memberikan kinerja yang terbaik,” kata Menteri Pendidikan Tinggi Sains Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliartoselepas di Gedung Kemdiktisaintek, Jakarta, Jum’at (02/5/2025).

Menurutnya, pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) nantinya bisa mendorong kinerja para dosen. Kehadiran para dosen dalam kegiatan mengajar nantinya akan masuk dalam perhitungan tukin.

Dalam Pasal 6 ayat 1 Peraturan Mendiktisaintek No 23 Tahun 2025 tentang Pemberian Tunjangan Kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Kemdiktisaintek diatur tentang pemberian tukin dengan mempertimbangkan capaian kinerja pegawai termasuk dosen.

Capaian kinerja memuat penilaian terhadap pemenuhan kinerja dasar dan kinerja prestasi bagi pegawai dengan jabatan fungsional dosen. Komponen perhitungan besaran tunjangan kinerja dosen yaitu kinerja dasar sebesar 60 persen dan kinerja prestasi sebesar 40 persen. Penilaian berdasarkan kinerja tersebut dilakukan setiap satu semester.

Sekretaris Jenderal Kemediktisaintek, Togar Mangihut Simatupang mengatakan, adanya temuan dosen-dosen yang terlambat dan bolos mengajar merupakan masalah yang harus diakui dan tetap ada hingga saat ini.

“Harus berani kita mengungkapkan, yes, kita punya masalah. Jangan kita tutupin, enggak boleh, harus kita ungkapkan. Sehingga kita bisa tahu mana yang bisa kita perbaiki satu per satu kemudian kita kembangkan lagi indikatornya,” katanya.

Togar menyebutkan, Kemdiktisaintek menggunakan hasil survei yang dirilis KPK tersebut sebagai salah satu referensi atau acuan untuk membuat program-program kebijakan lebih luas.

“Dosen harus berprestasi karena kalau dia enggak berprestasi, ya mungkin akan melakukan hal-hal lain yang bukan tupoksinya. Itu yang kita dorong kesana. Kan berkali-kali saya bilang, tukin itu kinerja dan reformasi birokrasi kuncinya, gitu loh. Jadi, kita mau mengarahkan kesana para dosen itu,” ujar Togar.

Dosen, lanjut Togar, harus memiliki penelitian yang baik dan mengabdi dengan baik. Ia menekankan bahwa dosen tak hanya mengajar tetapi harus bisa berkontribusi kepada perkembangan ilmu pengetahuan.

“Kalau mau jadi pegawai, ya pegawai aja, gitu loh. Kalau mau jadi dosen, jadi dosen. Jangan dicampur. Dari awal sudah saya bilang seperti itu, Memang tinggi tuntutannya, tetapi kan disitu kepuasan itu terjadi, gitu loh,” ujar Togar.

Sebelumnya, Temuan SPI Pendidikan 2024, yang dirilis KPK, menampilkan realitas wajah sistem pendidikan Indonesia yang diwarnai ketidakjujuran akademik, disiplin akademik yang lemah, normalisasi gratifikasi, dan penyimpangan dalam pengadaan barang serta jasa.

Survei dilakukan dengan menjangkau 36.888 satuan pendidikan di 507 kabupaten/kota dari 38 provinsi di Indonesia serta melibatkan 449.865 responden, yang terdiri atas siswa/mahasiswa, orangtua, tenaga pendidik, hingga kepala satuan pendidikan.

Survei ini menyasar tiga dimensi utama. Dari dimensi karakter peserta didik, ekosistem pendidikan, dan tata kelola pendidikan, secara keseluruhan nilai Indeks Integritas Pendidikan tahun 2024 ada di angka 69.50, atau berada pada level “korektif”.

KPK melaksanakan survei pada 22 Agustus hingga 30 September 2024 melalui dua metode, yaitu metode daring dengan WhatsApp, email blast, dan Computer Assisted Web Interviewing (CAWI), serta metode hybrid menggunakan Computer-Assisted Personal Interviewing (CAPI).

Baca juga: Kepsek Selewengkan Dana PIP Siswa Miskin, Negara Rugi Rp1 Miliar

Menurut Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, ketidakdisiplinan akademik masih menjadi masalah besar. Survei KPK mengungkap sebanyak 45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa mengaku pernah datang terlambat ke sekolah dan kampus.

Selain itu, 69 persen siswa menyatakan masih ada guru yang terlambat hadir. Lebih lanjut, menurut 96 persen mahasiswa masih ada dosen yang terlambat hadir.

KPK juga menemukan kasus ketidakhadiran dosen yang tidak mengajar tanpa alasan yang jelas. Persentase kasus seperti ini mencapai 96 persen di kampus, sementara di sekolah mencapai 64 persen. (KRO/RD/Komp)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini