Korsel Dilanda Resesi Seks, Warga Enggan Nikah dan Hamil

221

RADARINDO.co.id : Penurunan populasi manusia atau resesi seks, sedang melanda Korea Selatan (Korsel). Hal itu terjadi karena warga Korsel menolak untuk memiliki keturunan.

Berdasarkan data pemerintah Korsel, Negeri Ginseng ini hanya mencatat tingkat kesuburan 0,81% pada 2021. Idealnya, satu negara harus memiliki tingkat kesuburan 2,1% untuk menjaga populasi.

Baca juga : Nias Utara Diguncang Gempa Magnitudo 4,3

Tak hanya enggan menikah, warga Korea Selatan yang sudah berumah tangga bahkan enggan memiliki keturunan atau hamil. Hal ini dialami oleh Yoo Yeung Yi (30). Neneknya punya enam anak. Ia sendiri dua bersaudara. Namun, Yoo memutuskan tidak akan memiliki anak.

“Suami saya dan saya sangat menyukai bayi. Tetapi ada hal-hal yang harus kami korbankan jika kami membesarkan anak-anak. Ini menjadi masalah pilihan antara dua hal, dan kami sepakat untuk lebih fokus pada diri kami sendiri,” ucapnya, melansir cnbc, Sabtu (28/1/2023).

Ada banyak orang seperti Yoo di Korea Selatan yang memilih untuk tidak punya anak atau tidak menikah. Negara maju lainnya memiliki tren serupa, tetapi krisis demografi Korea Selatan jauh lebih buruk.

Tidak ada angka resmi berapa banyak warga Korea Selatan yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki anak. Namun catatan dari badan statistik nasional menunjukkan ada sekitar 193 ribu pernikahan di Korea Selatan tahun lalu, turun dari puncaknya 430 ribu pada tahun 1996.

Baca juga : Dana Kemiskinan Senilai Rp 500 Triliun Ludes Buat Studi Banding dan Rapat

Data badan tersebut juga menunjukkan sekitar 260.600 bayi lahir di Korea Selatan tahun lalu, sementara puncak kelahiran di negara tersebut mencapai 1 juta pada tahun 1971.

Banyak anak muda Korea Selatan mengatakan bahwa tidak seperti orangtua dan kakek neneknya, mereka tidak merasa berkewajiban untuk berkeluarga.

Mereka mengutip ketidakpastian pasar kerja yang suram, harga rumah yang mahal, ketidaksetaraan gender dan sosial, tingkat mobilitas sosial yang rendah, dan biaya besar untuk membesarkan anak dalam masyarakat yang sangat kompetitif. (KRO/RD/CNBC)