RADARINDO.co.id-Medan: Masyarakat Indonesia masih terus menunggu putusan sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi gula fiktif sebesar Rp571 miliar yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) Edward Dudie dan kawan kawan. Publik harus mengkawal perkara tersebut.
Baca juga : AM3SU Minta Periksa dan Tangkap Bupati Madina
Publik mencurigai proses perkara persidangan yang belum jelas putusan perkara atau vonis terhadap para terdakwa. Tidak tertutup kemungkinan diselusupi “markus”, sehingga terdakwa bisa bebas.
Hal yang membingungkan lagi, sampai saat ini instansi terkait belum menggelar konferensi pers. Sehingga publik menilai kasus tersebut “misterius” ditelan “dusta”.
Menurut keterangan sumber, penyidik Kejaksaan sudah melimpahkan berkas tersangka dinyatakan P-21 (lengkap) untuk diajukan ke meja persidangan pengadilan Tipikor. Tapi, omon- omon ternyata pihak Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kabarnya belum pernah menyidangkan kasus pembelian diduga fiktif sebesar Rp571 miliar. Kapan sidang dan bagaimana vonis perkara, ujar sumber heran.
“Informasi yang saya terima sejak penyidik Kajari Jakarta Pusat menetapkan tersangka mantan Dirut PT. KPBN dan kawan -kawan bahkan pelimpahan berkas, semua proses serba tertutup. Terindikasi ada kongkalikong dibalik pengungkapan kasus gula fiktif yang melibatkan sejumlah oknum pejabat BUMN dan swasta. Ini ada apa, kenapa tak jelas, kita ini bukan anak kecil lagi guysss,” ujar sumber kepada RADARINDO.co.id baru- baru ini.
“Perkara kasus dugaan korupsi gula sebesar Rp571 miliar yang dilimpahkan penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, terindikasi bakal kandas dipersidangan bernuansa “misterius”. Publik menilai kasus ini sarat manipulasi, sehingga perlu dilakukan pengawalan atau monitoring,” ujar sumber secara tertulis.
Bahkan, sambungnya, penyidik Kejaksaan maupun hakim di Pengadilan Tipikor serta Komisi Yudisial ramai- ramai kompak melakukan Gerak Tutup Mulut atau GTM kepada wartawan. Saat ini tidak ada media yang berani mengungkap kasus.
“Ini tugas pers, tugas media juga aktivis LSM hukum untuk menjalankan fungsi sosial control masyarakat. Maka informasi penting ini sangat berharga untuk tidak bisa dinilai dengan uang. Media anda yang pertama berhasil mengungkap kasus ini, maka publik akan menjadikan media kalian sebagai referensi akurat tajam dan terpercaya,” tandas sumber yang tidak mau disebutkan namanya.
Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat berhasil menetapkan mantan Direktur Utama PT. KPBN Edward Dudie dijadikan tersangka kasus gula sebesar Rp571 Miliar. Menurut penyidik mengungkap modus kasus korupsi transaksi pembelian gula ini yang dilakukan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara atau PT. KPBN selaku anak usaha PTPN. Mereka melakukan kerja sama pembelian gula dengan PT. Agro Tani Nusantara (PT.ATN) Group sekitar tahun 2020 – 2021.
“PT. KPBN bersama PT. ATN melaksanakan pembelian gula yang seakan -akan dipesan gula dalam jumlah tertentu. Namun kenyataanya fiktif,” ujar Kajari Pusat, Safrianto, Selasa (21/10/2023.
“Modus yang digunakan adalah skema perpanjangan kontrak (Rollover) dari kontrak pertama sampai dengan kontrak selanjutnya. Rollover artinya kontrak pertama belum dipenuhi, gulanya fiktif. Kemudian dilakukan adendum kontrak selanjutnya untuk menutupi kekurangan ataupun tidak kemampuan untuk pembayaran kontrak pertama,” ujarnya lagi.
Baca juga : Kapolres Padang Sidempuan Pimpin Penggerebekan Lapak Narkoba
Akhirnya penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka, diantaranya HS selaku Dirut PT. Agro Tani Nusantara (PT.ATN), HRS Dirut PT. Agro Tani Santosa (PT.ATS), dan Dirut PT. Cipta Andhika Teladan (PT.CAT), serta RA selaku Senior Executive Vice Presiden Operation PT. KPBN.
Sejumlah pihak mendukung kinerja penyidik Kajari Jakarta Pusat termasuk Pengadilan Tipikor mengusut tuntas kasus gula fiktif sebesar Rp571 miliar.
“Ini yang ketahuan saja, dan sangat mustahil hanya dilakukan oknum Direktur Utama PT KPBN dan Kabag atau Senior Executive Vice Presiden Operation PT. KPBN. Tidak tertutup kemungkinan sejumlah oknum pejabat BUMN lainnya ikut “Kecipratan” uang haram tersebut,” tuturnya tegas.
Oleh karena itu, ungkapnya lagi, penyidik Kejaksaan maupun para hakim agar ekstra hati- hati. Apabila salah mengambil keputusan bisa berakibat fatal karena publik bersama pers atau media akan terus memonitor proses persidangan sampai vonis pengadilan.
Bagaimana dakwaan yang disampaikan hakim serta vonis persidangan tersebut. Jika vonis dinilai tidak wajar, apakah JPU berani mengajukan banding? Ketua Komisi Yudisial maupun pihak lain harus monitor kasus tersebut, ujar sumber mengakhiri. (KRO/RD/TIM)