Proyek Kebun Bibit Rakyat Diduga Kena “Sunat” 30 Persen

186

RADARINDO.co.id-Medan: Ada apa dengan proyek Kebun Bibit Rakyat (KBR), isu miring menyebutkan proyek diatas Rp100 juta disunat sebesar 30%, benarkah demikian.

Hingga berita ini dilansir, pihak termohon informasi BPDASHL Wampu Sei Ular dan Kepala KLH Stabat masih enggan membalas konfirmasi RADARINDO.co.id dikirim via WA, Kamis (20/04/2023).

Baca juga : Tokoh Agama Sampaikan Apresiasi Kepada Kapolres Belawan

Salah seorang penggiat lingkungan hidup dan kehutanan Kab. Langkat, Heri Alfianto menduga terjadi pemotongan sebesar 30% dari nilai Rp100 juta atas proyek pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang diluncurkan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan evaluasi DASHL, BPDASHL Wampu Sei Ular.

“Dugaan pemotongan sebesar 30 persen dari nilai Rp100 juta bukan rahasia umum lagi setiap proyek Pembuatan Kebun Bibit Rakyat,” ujar sumber.

“Publik digegerkan dengan info tersebut. BPDASHL Wampu Sei Ular dinilai nekad sunat 30% atau pemotongan dari setiap proyek. Apa mereka sudah kebal hukum, tegas sumber lain.

Dugaan sunat fee proyek sebesar 30 persen itu dapat berdampak buruk terhadap realisasi fisik dilapangan. Konon katanya, modus tersebut terjadi selama bertahun- tahun. Modus tersebut terkesan licin dan licik sehingga sulit terjamah hukum.

“Yang perlu kita uji adalah bagaimana nyali aparat penegak hukum yang diduga kecipratan uang haram. Hal ini sangat bertentangan dengan penegakan supremasi hukum (law enforcement),” ungkapnya, belum lama ini.

Lebihlanjut sumber mengatakan, dilakukan oleh unsur pengurus Wahana Indonesia Hijau yang berinisial REZ. Selain itu, pengiat lingkungan hidup tersebut telah mendatangi unsur pengurus Wahana Indonesia Hijau (WIH) dimana dijelaskan bahwa uang yang dipotong sebanyak 30% dari setiap proyek yang diberikan kepada setiap Kelompok Tani Hutan (KTH) dari nilai Rp100 juta.

Dimana sudah termasuk penyusunan permohonan, membuat RAB dan membuat peta lokasi yang mau ditanami bibit mangrove agar bisa tahu berapa sebenarnya luas lokasi yang akan ditanami.

“Jadi pengertiannya dari membuat kelengkapan permohonan proyek sampai membawa surat-surat permohonan tersebut ke BPDASHL Wampu Sei Ular hingga sampai penandatangan kontrak”, cetus sumber.

“Ini semua diketahui dan dilakukan Wahana Indonesia Hijau (REZ). Yang menjadi pertanyaan kami (penggiat) apakah Wahana Indonesia Hijau itu perpanjangan tangan serta telah mendapat restu dari pihak BPDASHL Wampu Sei
Ular,” sambungnya.

Dikarenakan semua hal-hal tersebut diatas dilakukan oleh Wahana Indonesia Hijau tersebut. Kalau dinilai dari pemotongan sebesar 30% setara dengan Rp30 juta dari setiap proyek.

Apakah mungkin proyek tersebut mencapai sasaran program/berhasil karena jumlah uang yang tidak sedikit bagi pekerja yang kesehariannya harus bermandi peluh/keringat untuk mendapatkan sebutir beras.

Proyek pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) itu seperti kejadian rehabilitasi hutan mangrove yang di Desa Alur Cempedak, dimana diberikan persetujuan penanaman seluas 671 Ha kepada ketiga KTH.

Akan tetapi yang ditanam oleh Ketiga KTH diduga hanya seluas 5 Ha saja. Ditambah dan diperparah lagi luas Desa Alur Cempedak tersebut hanya 410 Ha. Ini semua akibat kurangnya rasa tanggung jawab dari Institusi yang terkait seperti Pihak BPDASHL Wampu Sei Ular, Kepala Dinas Kehutanan Tingkat I Sumatera Utara dan KPH Kab. Langkat.

“Dikarenakan tidak peduli yang penting laporan selesai dan dana sudah dibagikan walau pun sudah banyak yang melaporkan, mungkin saja ini kata pengamat diatas salah satu cara agar pihak BPDASHL Wampu Sei Ular tidak terbawa-bawa alias cuci tangan dan apabila terjadi sesuatu bisa dibuang kepada Wahana Indonesia Hijau,” ungkapnya.

Aparat penegak hukum diminta mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu. Agar jangan seperti kasus Lurah Keluharan Bukit Jengkol Kec. Pangkalan Susu Kab. Langkat dalam hal pemotongan dana anggaran pengadaan 3 unit sumur bor (dipotong 10% saja dari setiap unit) yang bersumber anggaran DAU tahun 2020 terkesan mark up yang telah diproses penyidik setempat.

Tapi hingga kini berita lanjutnya tidak ada sama sekali. Tidak peduli dan tidak mau pusing yang penting laporan selesai dan dana sudah dibagikan walaupun sudah banyak yang melaporkan, mungkin saja ini kata pengamat diatas
salah satu cara agar pihak BPDASHL Wampu Sei Ular tidak terbawa-bawa dan apabila terjadi sesuatu bisa dibuang kepada Wahana Indonesia Hijau.

“Benar-benar licin dan busuk perilaku dari pemberi kerja dalam hal ini BPDASHL Wampu Sei Ular. Semoga saja kasus ini tidak berhenti dipemberitaan saja. Diharapkan aparat penegak hukum untuk melaksanakannya tanpa terkecuali dan pandang bulu.,” unkap Ketua MCK Ahmad Fauzi.

Baca juga : DPC PKN Kota Padangsidimpuan Salurkan Bantuan ke Panti Asuhan

Terkait hal itu, perlu diketahui pemberantasan tindak pidana korupsi berlaku surut dan mengacu pembuktian secara terbalik. Artinya, ketika kasus yang pernah dilaporkan namun belum jalan ditempat alias mandek padahal dua alat bukti telah memenuhi unsur sesuai diatur dalam undang -undang nomor 31 tahun 1999.

Maka kasus tersebut dapat dibuka kembali melalui penyidik lain, sepanjang memenuhi alat bukti dari saksi pelapor. Korupsi merupakan kejahatan kemanusian yang merusak tatanan kehidupan masyarakat sosial.

Hingga berita ini dilansir, Kepala BPDASHL Wampu Sei Ular, Dishut Pemprov Sumut maupu KPH Kabupaten Langkat, maupun narasumber belum berhasil dikonfirmasi. (KRO/RD/TIM)