Etnis Tionghoa dan Penyebaran Islam di Indonesia

119 views

RADARINDO.co.id – Medan : Selain memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia, Negara China juga memiliki sejarah tentang Islam. Pada masa Rasulullah Nabi Muhammad SAW, hubungan dagang antara China dan Arab semakin meningkat. Nabi Muhammad SAW juga menjadi pegadang perantara pedagang China dan Arab.

Pedagang dari negara tirai bambu itu (China) datang ke Arab di Mekkah. Selain berdagang, mereka juga mempelajari agama Islam. Beberapa dari mereka kemudian memeluk agama Islam.

Pada saat mereka kembali ke China, para pedagang Muslim China tersebut menyebarluaskan ajaran-ajaran agama Islam ke China. Nabi Muhammad SAW juga mengirimkan beberapa da’i ke China untuk mengajarkan agama Islam.

Baca juga : Wawako Padangsidimpuan Tinjau Program Akseptor Metode Operasi


Seiring perjalanan waktu, agama Islam sudah menyebar di negeri tirai bambu terutama di provinsi Guang Dong (Guang Zhou) dan Fujian. Di China juga ada masjid kuno yang sekarang masih berdiri megah dan masih aktif, yakni Masjid Feng Huan atau Phoenix Mosque.

Seperti di Indonesia, ada etnis Tionghoa yang memeluk Islam. Bahkan etnis Tionghoa juga yang menyebarkan agama Islam di Indonesia. Namun, ternyata masih ada yang belum mengetahui bahwa etnis Tionghoa yang minoritas di Indonesia memiliki peran besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.

Orang-orang Arab Handramaut, Persia, dan Gujarat memang menyebarkan agama Islam di Indonesia, namun tidak hanya mereka, imigran etnis Tionghoa juga menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Di masa lalu, China dan Arab telah memiliki hubungan dagang. Pedagang yang berasal dari Arab dan China saling menjajakan hasil negaranya untuk dijual ke negara lain melalui dua jalur perdagangan utama dunia waktu itu jalur sutera dan jalur keramik.

Jalur sutera yaitu membawa barang dagangan melalui jalur darat. Disebut jalur sutera karena sebagian besar barang dagangan yang diangkut melalui jalur darat adalah kain sutera.

Jalur keramik yaitu membawa barang dagangan melalui laut. Disebut dengan jalur keramik karena memang barang-barang yang diangkut sebagian besar berupa keramik.

Pada masa Rasulullah Nabi Muhammad SAW, hubungan dagang antara China dan Arab telah semakin meningkat. Nabi Muhammad juga menjadi pedagang perantara antara pedagang China dan Arab.

Sekitar abad ke 15, imigran China Muslim yang sebagian besar berasal dari Guang Dong dan Fujian, mendarat di Nusantara (Indonesia). Mereka tinggal di Indonesia dengan mata pencaharian pedagang, pertanian, dan pertukangan. Pada masa inilah para imigran China (Tionghoa) Muslim menyebarkan ajaran agama Islam.

Beberapa daerah tujuan imigran China (Tionghoa) Muslim adalah Sambas, Lasem, Palembang, Banten, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1405 sampai 1433, rombongan Muhibah Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam beberapa kali singgah di Indonesia. Anak buah laksamana Cheng Ho terdiri atas berbagai pemeluk agama, termasuk Islam.

Saat singgah di Indonesia terutama di Sumatera dan Jawa, mereka juga menyebarkan ajaran agama Islam. Jadi, peran etnis Tionghoa sebagai salah satu penyebar agama Islam di Indonesia cukup jelas.

Imigran China (Tionghoa) Muslim di Indonesia telah ada sebelum bangsa Portugis dan Belanda datang. Imigran China di abad ke 15 datang untuk tinggal di Indonesia dan sekaligus menyebarkan agama Islam.

Portugis dan Belanda datang ke Indonesia untuk mencari daerah koloni sekaligus menyebarkan ajaran agama Katolik. Imigran China Muslim hidup membaur dengan penduduk pribumi, sedangkan Belanda dan Portugis memperlakukan penduduk pribumi secara diskriminatif dan dibawah mereka.

Pada masa penindasan Portugis dan Belanda, imigran China Muslim juga mendapatkan penindasan seperti penduduk pribumi. Bahkan saat perang kolonial, penduduk Muslim Tionghoa juga bergabung dengan para pejuang di setiap daerah melawan Belanda dan Portugis.

Bahkan, sejarah mencatat bahwa selain penduduk pribumi yang mengalami pembunuhan massal dari Belanda, penduduk Muslim Tionghoa juga mengalami pembunuhan massal.

Penduduk Muslim Tionghoa mengalami kondisi yang tidak menyenangkan dari penjajah Belanda karena mereka memiliki kedekatan dengan penduduk pribumi, mereka beragama Muslim seperti sebagian besar agama penduduk pribumi.

Penduduk Muslim Tionghoa juga melakukan perlawanan terhadap penjajah, bergabung dengan pejuang Indonesia. Beberapa hal ini menunjukkan bahwa di masa lalu, etnis Tionghoa juga memiliki hubungan yang baik dengan penduduk asli Indonesia, keeratan hubungan sebagai saudara karena mendapatkan tekanan yang sama dari pihak Portugis dan Belanda.

Imigran Etnis Tionghoa Muslim dapat diterima penduduk Indonesia peran mereka di pertanian, perdagangan, pertukangan, dan penyebaran agama Islam. Sejarah kenangan masa lalu yang indah, dapat kita bawa dalam kehidupan yang sekarang sehingga menjadi lebih baik.

Bukti Muslim Tionghoa menyebarkan agama Islam di tanah air sudah tidak perlu diragukan lagi. Komunitas mereka tidak hanya di Pulau Jawa, tapi di Medan-Sumatera Utara tergolong berkembang.

Terbukti, telah berdirinya beberapa organisasi keagamaan, salah satunya Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Organisasi yang memiliki kantor DPP PITI di Jakarta ini lebih menonjolkan kepedulian terhadap umat beragama. Tidak hanya saja yang beragama Islam tapi umat agama lain juga mendapat perhatian nyata.

Ketua PITI Sumatera Utara, Tan David Sulaiman (TDS) ingin mengubah pola fikir umat serius dan sederhana. Yakni melalui pemberian bantuan sembilan bahan pokok (sembako) seperti beras, gula, minyak goreng, roti, sajadah bahkan sampai material rumah ibadah.

Baca juga : Kapolres Sergai dan Muspika Kotarih Sinergi Perkuat Kamtibmas

Pria yang biasa disapa Ko David ini hanya mengajak umat Islam khususnya agar mengerjakan sholat, sehingga bisa teraplikasikan sholat itu ditengah keluarga maupun lingkungan masyarakat.

Meski mengajak berbuat baik itu bukan pekerjaan gampang, tapi setidaknya sudah berbuat dalam karya nyata bukan karya kata.

“Bantuan sembako dan lain-lain yang kami berikan setidaknya dapat meringankan beban hidup mereka. Agar mereka bisa mengerjakan ibadah sholat dan ibadah lainnya,” tutur Ketua PITI Sumut, TD Sulaiman. Tidak hanga peduli bagi anak yatim dan fakir miskin, PITI Sumut juga memberikan bantuan sembako pada umat agama lainnya. “Bersedekah tidak perlu sanjungan dari orang lain. Tapi setidaknya orang akan melakukan hal yang sama untuk menolong orang yang hidup susah,” ujarnya lagi pada RADARINDO.co.id GROUP KORAN RADAR belum lama ini. (KRO/RD/Tim)