RADARINDO.co.id – Jakarta : Kasus dugaan korupsi Bahan Bakar Minyak (BBM) atau tata kelola minyak mentah dan produksi kilang, yang menjerat sejumlah eks petinggi PT Pertamina Patra Niaga, total mencapai Rp285 triliun.
Pada, Kamis (09/10/2025) lalu, empat eks petinggi PT Pertamina Patra Niaga yang menjadi terdakwa kasus mega korupsi tersebut, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Baca juga: Jadi Terdakwa Korupsi, Riva Siahaan Masih Berstatus Karyawan BUMN
Keempatnya yakni eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023 Riva Siahaan, eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023 Maya Kusuma.
Kemudian, eks Vice President Trading Product Pertamina Patra Niaga Edward Corne periode 2023-2025, serta Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) periode 2022-2025 Sani Dinar Saifudin.
Dalam surat dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU) menyebut, para terdakwa telah melakukan perbuatan secara melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri dan beberapa korporasi.
Dua korporasi yang diuntungkan para terdakwa adalah perusahaan asal Singapura, yakni BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd.
BP Singapore Pte Ltd terlibat pengadaan gasoline (bensin) 90 pada paruh pertama (H1) tahun 2023 sebesar 3,6 juta dollar Amerika Serikat (AS) dan pengadaan bensin 92 pada paruh pertama 2023 sebesar 745.493 dollar Singapura.
Sementara, Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd, terlibat pengadaan bensin 90 pada paruh pertama 2023 sebesar 1,39 juta dollar AS. Para terdakwa juga memperkaya 14 korporasi lain sebesar Rp2,54 triliun dalam penjualan solar non-subsidi.
Kasus tersebut sempat bikin geger pada Februari 2025 lalu setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga terjadi blending atau pengoplosan RON 88 dengan RON 92.
Baca juga: Agustus 2025, Utang Pinjol Masyarakat RI Tembus Rp87,61 Triliun
Total kerugian keuangan negara akibat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang mencapai Rp285,18 triliun.
Jumlah tersebut terdiri dari kerugian keuangan negara sebesar 2,73 miliar dollar AS dan Rp25,44 triliun, kerugian perekonomian negara Rp171,99 triliun, serta keuntungan ilegal 2,62 miliar dollar AS. (KRO/RD/Komp)







