RADARINDO.co.id – Medan : Aparat Penegak Hukum diminta segera mengambil sikap tegas terhadap dugaan penyelewengan dana BOP yang kelola Lembaga PKBM, salah satunya HAMKA di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Berdasarkan keterangan sumber mengatakan PKBM Hamka diduga miliki tutor fiktif dan tidak adanya proses belajar mengajar. Sehingga berpotensi merugikan keuangan negara, melawan hukum dan memperkaya diri. Dana BOP terindikasi masuk kantong pribadi.
Diduga melakukan penyalahgunaan wewenang terindikasi membuat laporan rekayasa dan manipulasi kepada Menteri Pendidikan. Diduga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 63 tahun 2022 tentang petunjuk teknis pengelolaan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Baca juga: PKBM Sergai Tak Takut Ancaman Audit Inspektorat
PKBM Hamka tahun 2024 yang menerima dana BOP yakni paket B sebanyak 97 orang Rp146.470.000 paket C sebanyak 135 orang Rp244.350.000 jumlah Rp390.820.000. Sedangkan tahun sebelumnya mendapat dana BOP sebesar Rp1.247.540.000, dengan peruntukan paket A sebanyak 61 atau Rp1.310.000 total Rp79.910.000. Paket B sebanyak 289 orang atau Rp1.510.000 total Rp436.390.000. Paket C 404 orang atau Rp1.810.000 total Rp731.240.000.
“Selama bertahun-tahun diduga melakukan pembohongan dan manipulasi laporan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pusat Data dan Teknologi Informasi. Melakukan azas manfaat memperkaya diri,” ujar sumber yang disampaikan sumber secara tertulis kepada RADARINDO.CO.ID.
Lebihlanjut dikatakanya, dimana setiap Satuan Pendidikan harus mematuhi kriteria NPSN dan NISN valid sebagai syarat penetapan penerima bantuan. Sesuai Surat Edaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pusat Data dan Teknologi Informasi, Nomor 3423/JI/DS.00.01/2023 tanggal 20 Agustus 2023.
Realisasi dana BOP yang dikelola Lembaga PKBM Hamka diprediksi tidak sesuai peraturan perundangan undangan yang berlaku. Diduga terjadi penyalahgunaan realisasi Lembaga Pendidikan Kesetaraan Non Formal PKBM yang tidak aktif lagi namun diduga tetap menjadi penerima Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Paket A , B dan C. Sedangkan beberapa PKBM tampak sepi tidak menunjukan proses belajar mengajar.
“Saya mencurigai laporan penyelenggara Pendidikan dari pemilik PNF Kesetaran terkait Singkronisasi Cut Off yang disampaikan Ketua Lembaga PKBM seperti jumlah peserta Didik, jumlah Rombel, jumlah tendik, jumlah guru, jumlah ruang kelas, jumlah Lab dan perpustakaan dan jumlah tidak benar”, sebut sumber.
Singkrinisasi cut off oleh lembaga PKBM harus disampaikan kepada Kementerian Pendidikan diantaranya Peserta Didik, secara benar berdasarkan fakta. Apabila laporan tersebut tidak benar atau manipulasi maka deliknya bisa pidana bagi pemilik PKBM.
Diduga prosesi ujian Kelulusan yang sedang berlangsung tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang terdaftar mengikuti ujian kelulusan tanpa adanya pengecekkan peserta didik sesuai data dengan peserta yang hadir mengikuti ujian kelulusan.
“Adanya indikasi pembelian data peserta didik dari satuan Pendidikan Formal yang sudah dinyatakan tidak aktif dan dipindahkan ke Lembaga Pendidikan Non Formal semata-mata untuk mendapatkan dan BOP,” ujarnya lagi.
Sedangkan mengacu kepada rombel, penyusunan Rombel di PKBM diduga penuh rekayasa dikuatkan dengan jumlah peserta didik yang sedikit namun rombel lebih banyak dan jumlah peserta didik yang lebih banyak namun Rombel lebih sedikit.
Baca juga: Tutor PKBM Insan Madani Diduga Fiktif Tak Ada Proses Belajar Mengajar
Artinya, penyusunan Rombel diduga carut marut terkesan asal-asalan saja sebatas formalitas semata mengacu kepada data laporan cat off pelaporan singkronisasi Lembaga PKBM tidak dapat mempertanggung jawabkan Rombel yang dilaporkan.
Kasus dugaan korupsi di PKBM ini agar diusut tuntas sampai ke Pengadilan Tipikor agar ada efek jera terhadap lembaga pendidikan non formal yang terlibat melakukan kejahatan. Sehingga kasus yang sama tidak terulang lagi.
Hingga berita ini dilansir, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara maupun pimpinan PKBM Hamka belum bisa dikonfirmasi. Sejumlah masyarakat Madina mendukung penegakan Supremasi hukum terhadap kejahatan dana Pendidikan Non Formal yang diduga dijadikan azas manfaat untuk memperkaya diri, melawan hukum dan merugikan keuangan negara. (KRO/RD/OI)