Proyek Reklamasi Dermaga TPK Belawan “Bertabur” Adendum

26

RADARINDO.co.id – Medan : Proyek reklamasi dermaga Terminal Peti Kemas (TPK) Belawan “Bertabur” Adendum, hingga menjadi pertanyaan publik. Tak heran, masyarakat kian mencurigai perencanaan dan kajian proyek tersebut terindikasi bermuatan kepentingan oknum pejabat tertentu.

Proyek BUMN yang sempat terjadi amandemen tersebut, didesak diungkap ulang. Dimana, salah satunya kontrak proyek pembangunan Terminal Belawan Fase II yakni kontrak awal, pada 27 November 2014 sebesar Rp1.405.423.365.200 dengan jangka waktu selama 1.095 hari. Adendum I pada 10 Oktober 2017.

Perubahan nilai kontrak menjadi sebesar Rp1.427.989.207.300. Alasan amandemen penambahan lingkup pekerjaan yaitu pekerjaan penyediaan jalur nelayan. Adendum 2 pada 13 April/2018, perubahan nilai kontrak sebesar Rp1.427.989.207.300, jangka waktu selama 1.425 hari.

Baca juga: Penyidik “Dalami” Proyek Reklamasi Dermaga Terminal Peti Kemas Belawan

Alasan amandemen pekerjaan tambah kurang. Adendum 3 pada 30 Oktober/2018, perubahan nilai kontrak sebesar Rp1.427.989.207.300. Alasan amandemen penambahan jangka waktu pelaksanaan. Adendum 4 pada 22 Maret/2019, perubahan nilai kontrak sebesar Rp1.568.286.647.900, waktu selama 1.583 hari.

Alasan amandemen pekerjaan tambah kurang & menambah item pekerjaan. Adendum 5 pada 16 April/2019 sebesar Rp1.591.626.663.700, selama 1.736 hari. Alasan amandemen penambahan jangka waktu pelaksanaan & pekerjaan tambah. Adendum 6 pada 30 September 2019 sebesar Rp1.591.621.897.800 selama 1.736 hari. Alasan amandemen, final quantity. Adendum 7 pada 20 Maret 2020 sebesar Rp1.591.621.897.800 selama 1.736 hari.

Perubahan lainnya masa pemeliharaan menjadi 365 hari kalender. Alasan amandemen, perpanjangan masa pemeliharaan. Adendum 8 pada 24 September 2020 sebesar Rp1.644.262.521.900, selama 1.736 hari. Alasan amandemen penyesuaian harga karena eskalasi harga sebesar Rp52,64 miliar (termasuk PPN). Pekerjaan TPK Belawan Fase II telah dinyatakan selesai 100% berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) pertama nomor UM.54/6/9/PTP – 19 tanggal 30 September 2019.

Pada tanggal 30 September 2020, WIKA-HK JO dan PTP menandatangani BAST kedua yang menyatakan bahwa masa pemeliharaan telah berakhir tanpa catatan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak dan perubahannya.

Disebutkan sumber, WIKA – HK JO kabarnya sempat belum menerima seluruh pendapatan retensi dan penyesuaian harga (eskalasi) BAST. Mencatat bahwa PTP sebagai pemberi kerja masih memiliki kewajiban untuk membayar uang retensi dan penyesuaian harga. Pembayaran oleh PTP mulai terlambat saat penagihan termin ke 18, dimana WIKA – HK JO menagihkan pada tanggal 30 September 2019.

Namun pembayaran baru bisa dicairkan pada tanggal 7 April 2020. Untuk tagihan retensi yang diajukan tanggal 30 September 2019 sebesar Rp77.410.701.393 sampai dengan pemeriksaan berakhir PTP baru mengangsur sebanyak lima kali dengan total pembayaran sebesar Rp50.000.000.000. Sehingga masih ada sisa tagihan retensi yang belum dibayar sebesar Rp27.410.701.393.

Baca juga: Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Pelindo Belawan Rugikan Negara Miliaran Rupiah

“Ada apa dibalik Adendum-addendum proyek tersebut. Apakah kajian atau perencanaan proyek sudah mengedepankan prinsip kehati-hatian,” ungkap sumber dengan tegas kepada RADARINDO belum lama ini.

Kembali terungkap, WIKA – HK JO telah menerbitkan jaminan pemeliharaan berupa bank garansi yang berlaku selama 180 hari (30 September 2019 hingga 27 Maret 2020). Untuk memperoleh bank garansi tersebut, WIKA – HK JO mengeluarkan biaya sebesar Rp298.929.106.

Pada saat adendum 7 kontrak memperpanjang masa pemeliharaan menjadi selama 365 hari kalender. Namun WIKA – HK JO tidak memperpanjang jaminan pemeliharaan karena pada saat itu uang retensi belum diterima dari PTP. Untuk tagihan bersih penyesuaian harga (eskalasi) yang diajukan tanggal 25 September 2020 sebesar Rp51.204.970.715, setelah dikurangi PPh 3%), PTP juga belum melakukan pembayaran kepada WIKA – HK JO.

Sumber yang layak dipercaya mengatakan, terjadi keterlambatan pembayaran tagihan tersebut karena PTP mengalami defisit keuangan akibat belum maksimalnya pemanfaatan terminal Fase 2.

PTP memiliki kewajiban untuk melunasi tagihan retensi pada akhir tahun 2021. Namun PTP baru membayar tagihan retensi dari bulan September hingga Desember 2021 sebesar Rp10.000.000.000. Sehingga sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 24 Desember 2021 masih ada saldo tagihan retensi sebesar Rp27.410.701.393.

Pada klausul pembayaran didalam dokumen kontrak beserta perubahannya disebutkan bahwa pembayaran retensi dilakukan dalam waktu 30 hari setelah BAST kedua terbit atau WIKA – HK JO menyerahkan jaminan pemeliharaan sebesar 5%.

Untuk pembayaran penyesuaian harga (eskalasi), adendum ke 8 kontrak hanya mengatur bahwa pembayaran atas penyesuaian harga akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan dari PTP tanpa menyebutkan kapan harus lunas serta bentuk sanksi apabila PTP tidak membayar sesuai jadwal.

Konon kabarnya, WIKA – HK JO sempat menanggung tambahan biaya pengadaan material base course sebesar Rp12.656.853.516,18. Berdasarkan dokumen kontrak, disebutkan bahwa kontrak menggunakan jenis harga satuan, yaitu volume pekerjaan didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh WIKA – HK JO.

Selain itu lanjut sumber, dalam proyek TPK Belawan Fase II, terdapat pekerjaan perkerasan lapangan penumpukan berupa lapisan base course dan subbase course dengan volume terpasang total dalam Bill of Quantity (BoQ) sebesar 80.403,33 m3.

Menindaklanjuti pemberitaan RADARINDO edisi sebelumnya, berjudul ‘Penyidik “Dalami” Proyek Reklamasi Dermaga Terminal Peti Kemas Belawan’. Dikatakan sumber, APH mendalami penyelidikan kembali. Karena penyelidikan dan penyidikan terkesan tidak transparan.

Sedangkan diera Presiden Prabowo saat ini, pemberantasan dugaan tindak pidana korupsi akan dibongkar untuk diusut ulang. Sesuai pernyataan Presiden Prabowo yang viral di medsos, mengingatkan agar oknum pejabat koruptor mengembalikan uang yang dikorup. Sedangkan Humas Pelindo I Belawan, Fadilah, belum menjawab konfirmasi RADARINDO.

Pekerjaan lapisan base course dan subbase course ini dimaksudkan untuk menambah kekuatan pada perkerasan jalan/area yang akan dilalui oleh kendaraan. Berdasarkan dokumen pengadaan material base course dan subbase course, WIKA-HK JO membeli material batu untuk kebutuhan lapisan base course dan subbase course kepada dua vendor, yaitu PT Merahe Inti Alam Perkasa dan PT Makmur Alam Seiwampu.

Berdasarkan keterangan sumber, dituangkan dalam bentuk Justifikasi Teknis, untuk mengetahui volume material base course dan subbase course yang terpasang, berat material dalam ton harus dikonversi ke dalam satuan m3. Dimana berat jenis material berdasarkan hasil uji laboratorium untuk base course dan subbase course masing-masing sebesar 1,92 gram/cm3 dan 1,843 gram/cm3.

Selain itu, ada faktor compaction sebesar 1,2 untuk mengubah volume material hasil pengadaan menjadi volume terpasang. Dengan demikian, perhitungan volume terpasang base course dan subbase course. WIKA – HK JO telah mengerjakan lapisan base course dan subbase course dengan total volume terpasang yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan volume yang tercantum dalam BoQ kontrak.

Dimana terdapat selisih volume sebesar 30.323,27 m3. Selisih sebesar 30.323,27 m3 tersebut (loose material) terpakai akibat faktor penurunan lapisan tanah dasar di area container yard (karena faktor konsolidasi dan pasir berlumpur) sehingga membutuhkan volume material yang lebih banyak untuk mendapatkan elevasi rencana yang telah ditetapkan. Perhitungan selisih volume tersebut disajikan.

Pengadaan material base course jauh lebih banyak disebabkan karena pada saat pelaksanaan pekerjaan kadar lumpur pada lapisan sub grade cukup banyak. Pelaksanaan hanya dengan menggunakan subbase susah mencapai kepadatan CBR yang diinginkan, sehingga lapisan subbase ini kemudian diganti dengan penggunaan base course agar cepat mendapatkan kepadatan CBR yang disyaratkan.

Perhitungan nilai kelebihan biaya yang dikeluarkan oleh proyek adalah dengan menggunakan harga satuan pada kontrak yaitu sebesar Rp448.534 per m3 untuk item pekerjaan base course dan untuk pekerjaan subbase course digunakan nilai terendah sebesar Rp435.250 per m3.

Baca juga: DPR RI Diminta Tinjau Gedung Kembar Pelindo Regional I Belawan Diduga Mangkrak

Hal tersebut terdapat selisih biaya yang berpotensi kerugian sebesar Rp14.199.584.131,82. Merujuk pada jenis kontrak yang digunakan pada pekerjaan yaitu kontrak harga satuan, WIKA-HK JO berhak melakukan klaim atas selisih lebih dan kurang volume lapisan base course dan subbase course terpasang.

Atas permasalahan loose material base course tersebut digelar rapat minggu ke-198, namun ditolak oleh PTP. Dengan alasan bahwa loose material menjadi risiko metode kerja yang dilakukan oleh WIKA-HK JO.

Sehingga WIKA-HK JO menanggung beban biaya material lebih besar sebesar Rp14.199.584.131,82. Hal tersebut tidak sesuai dengan Kontrak Nomor UM.54/3/20/PTP-14 tanggal 27 November 2014. Bersambung…. (KRO/RD/TIM-01)