RADARINDO.co.id – Jakarta : Eks Ketua Komisi III DPR, Pieter C Zulkifli menyebut, kasus korupsi di Indonesia telah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan. Mirisnya lagi, ketika mereka yang seharusnya memberantas korupsi justru terjerat dalam pusaran korupsi itu sendiri.
“Meski terasa getir, namun fenomena memberantas sambil korupsi bukan lagi kasus yang mengejutkan,” kata Pieter, mengutip kompas, Selasa (18/3/2025).
Baca juga: KPK Kumpulkan Bukti Kasus Digitalisasi SPBU PT Pertamina
Ia mencontohkan, mantan ketua KPK Firli Bahuri yang terlibat dalam skandal korupsi di Kementerian Pertanian. KPK yang dulu dianggap sebagai benteng terakhir pemberantasan praktik rasuah, kini mengalami kemunduran besar.
Kasus ini menunjukkan bahwa KPK sudah tidak lagi steril dari praktik korupsi yang selama ini mereka perangi. Tak hanya KPK, Polri pun tercoreng oleh berbagai skandal. Misalnya, kasus Ferdy Sambo yang membunuh ajudannya sendiri demi menutupi kejahatan yang lebih besar.
Contoh lainnya, Irjen Teddy Minahasa yang seharusnya memberantas narkoba, tetapi justru terlibat dalam jual beli barang haram, semakin memperjelas betapa bobroknya sistem penegakan hukum di negeri ini.
Sementara itu, lembaga peradilan yang seharusnya menjadi benteng keadilan malah menjadi sarang mafia hukum. Baru-baru ini, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ditangkap karena menerima suap untuk memberikan vonis bebas bagi Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera.
Penyidik bahkan menemukan uang suap sebesar Rp20 miliar yang tersebar di enam lokasi berbeda. “Kasus ini semakin menegaskan bahwa hukum di Indonesia bukan lagi soal keadilan, tetapi soal rendahnya moral dan siapa yang memiliki modal banyak dapat mempengaruhi berbagai kebijakan. Yang lebih mengejutkan lagi, uang dalam jumlah besar bisa membeli jabatan dan kekuasaan,” kata Pieter.
Tak hanya itu, dari rezim ke rezim badai korupsi terus menghantam berbagai lembaga negara dan BUMN. Pieter menyinggung skandal korupsi Asabri, Jiwasraya, Bumiputera, PT Timah, emas palsu Antam 109 ton, Pertamina, hingga kegiatan pertambangan ilegal yang menjadi bukti nyata betapa parahnya korupsi di negeri ini.
“Pertanyaannya, apakah penegak hukum benar-benar serius menangkap, menghukum, dan merampas harta para pelaku kejahatan korupsi untuk dikembalikan kepada negara?. Ataukah semua ini hanya drama yang dimainkan untuk sekadar menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi masih berjalan?,” ujar mantan politikus Partai Demokrat ini.
Baca juga: Segini Kontribusi Anak Usaha ke Kinerja Bank BUMN
Berkaca dari kondisi yang terjadi, Pieter pun menilai pemberantasan korupsi di Indonesia tak lebih dari sandiwara untuk menipu publik. Ia menilai, hingga kini, belum ada komitmen serius dari pimpinan partai politik untuk menciptakan sistem yang kuat dan bersih dari korupsi.
Bahkan, dari tahun ke tahun, data menunjukkan tren peningkatan kasus korupsi yang melibatkan elite partai politik dan aparat penegak hukum. “Meski telah ada undang-undang yang mengatur pemberantasan korupsi, namun implementasi payung hukum tersebut justru masih lemah,” ujarnya. (KRO/RD/Komp)