Ragam  

KPK Diminta Periksa Mantan Dirut dan SEVP PTPN II Diduga Terlibat Penyertaan Modal ke PT NDP

RADARINDO.co.id – Medan : Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta melakukan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama (Dirut) PTPN II berinisial IP dan sejumlah SEVP PTPN II yang diduga terlibat penyertaan modal ke PT Nusa Dua Propertindo (NDP).

Pasalnya, kasus yang merugikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam hal ini PTPN II, hingga kini belum tersentuh hukum. Ironisnya, pihak Kejaksaan juga sepertinya “tutup mata” atas kasus yang menggegerkan publik tersebut.

Sampai saat ini, mantan Dirut PTPN II berinisial IP dan sejumlah SEVP PTPN II yang diduga terlibat penyertaan modal ke PT NDP serta bikin rugi PTPN II hingga miliaran tersebut, masih bebas “gentayangan” bagaikan “kebal hukum”.

Baca juga: Penyertaan Modal PT NDP Bikin Rugi, Kelebihan Transfer dari PTPN II Bakal Tak Diganti

“KPK selaku pihak pemberantasan korupsi kami desak memeriksa IP selaku mantan Dirut PTPN II serta sejumlah SEVP PTPN II, karena diduga terlibat penyertaan modal ke PT NDP. Pasalnya, kasus ini telah merugikan PTPN II miliaran rupiah, dan oknum-oknum yang diduga terlibat tidak tersentuh hukum,” tegas sumber secara tertulis baru-baru ini.

Dimana diketahui, PT Nusa Dua Propertindo (NDP) menjadi sorotan sejumlah pihak. Pasalnya, anak perusahaan PTPN II itu disebut-sebut “kerap” merugikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam hal ini PTPN II.

Tidak hanya soal proses Inbreng tanah sebagai penyertaan Modal pada PT NDP yang bikin rugi dampak tidak sesuai akta pendirian perusahaan, namun kelebihan transfer senilai Rp1.372.063.871 dari PTPN II kepada PT NDP, juga berpotensi tak bakal diganti.

Tentunya, hal tersebut dinilai tidak mendukung aksi atau program Presiden RI, Prabowo Subianto. Dimana, disaat Kepala Negara tengah gencar menjadikan BUMN bersih dan efisien, anak perusahaan PTPN II tersebut malah “berulah”.

Sejumlah permasalahan diantaranya, proses Inbreng tanah sebagai penyertaan Modal pada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) yang disinyalir tidak sesuai akta pendirian perusahaan, hingga mengakibatkan PTPN II belum memperoleh keuntungan dari proyek KDM.

Pembentukan PT DMKB terindikasi merugikan PTPN II senilai Rp1.250.000.000. Bagi hasil PPLWH berpotensi merugikan PTPN II dan PT NDP. BSPL terindikasi mengurangi porsi pendapatan PTPN II dan PT NDP.

Penggantian lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi tidak terealisasi. Pelaksanaan proyek KDM tidak terukur. Kelebihan transfer dari PTPN II kepada PT NDP berpotensi tidak diganti senilai Rp1.372.063.871.

Pemisahan sertifikat HGB kawasan residensial berpotensi terhambat dan Penyertaan Modal PTPN II pada PT NDP tidak sesuai arahan Pemegang Saham. Kondisi tersebut disebabkan Direktur PTPN II 2020 sampai 2023 tidak cermat menyetujui Addendum Master Cooperation Agreement dengan PT CKPSN terkait kewajiban penyerahan lahan kepada pemerintah, spesifikasi lahan pengganti 10.000 Ha dan presentase BSPL.

Selain itu, belum seluruhnya mengalihkan lahan kerjasama seluas 2.514 Ha sebagai bentuk setoran modal dalam Akta Inbreng ke PT NDP sesuai ketentuan yang berlaku. Direktur PT NDP periode 2020 sampai 2023 berpotensi kurang optimal dalam menyediakan lahan matang kawasan Residensial, serta kurang cermat dalam mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan proyek kawasan Residensial.

Isu yang berkembang, Aparat Penegak Hukum (APH) belum mengusut indikasi tersebut. Berdasarkan informasi yang disampaikan sumber secara tertulis, SEVP Manajemen Aset periode 2021 sampai 2023 kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis.

Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan dan Sustainability periode 2021 sampai 2023 kurang cermat dalam memasukan klausul penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA.

Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 sampai 2023 kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH. Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 sampai 2023 kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang kawasan bisnis dan industri.

“Sampai saat ini penyidik Kejaksaan dan Kepolisian belum berani mendalami informasi tersebut. Diduga ada tebang pilih kasus. Entah siapa yang ‘dungu’ atas kasus ini,” tegas sumber yang tidak mau disebutkan namanya dengan nada heran.

Sumber meminta Aparat Penegak Hukum agar secepatnya memanggil oknum berinisial IP selaku Direktur PTPN II Periode 2021 sampai 2023 dan SEVP karena tidak cermat menyetuju addendum MCA dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerjasama seluas 2.514 Ha.

Baca juga: Geger, Penyertaan Modal PT NDP Rugikan PTPN II

Kemudian, memanggil Direktur Utama PT NDP dan meminta hasil pemeriksaan yang pernah dilakukan oleh bagian SPI melaksanakan audit (pemeriksaan khusus) perihal kerjasama proyek KDM yang diawasi langsung oleh Dewan Komisaris PTPN I.

Melakukan reviu atas kerjasama dengan PT CKPSN. Melakukan revisi klausul perjanjian yang memberikan keuntungan optimal kepada PTPN I. Direktur PT NDP periode 2020 sampai 2023 karena kurang optimal dalam menyediakan lahan matang dan mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan.

SEVP Manajemen Aset PTPN II periode 2021-2023 kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis. Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II periode 2021 sampai 2023 kurang cermat dalam merevisi klausul kewajiban penyediaan lahan pemerintah.

Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 sampai 2023 kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH.

Konon kabarnya, Kabag Hukum PTPN II periode 2021 sampai 2023 kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang. Lingkup dan Asumsi Laporan Kajian PT BS Tidak Sesuai Skema Kerja Sama dalam rangka memperoleh kelayakan bisnis proyek KDM, PTPN II bekerjasama dengan PT Bahana Sekuritas (BS) yang tertuang dalam perjanjian nomor 20/SPK/29/VI/2019 tanggal 21 Juni 2019 untuk membuat Feasibility Study (FS) proyek Kota Deli Metropolitan (KDM) dengan nilai kontrak Rp5.370.414.440.

Lingkup pekerjaan PT BS adalah pemutakhiran atas kajian pengembangan kawasan KDM, pendampingan negosiasi dan closing pekerjaan. PT BS menerbitkan laporan kajian kelayakan pengembangan kawasan KDM terbit pada 13 September 2019 yang merekomendasikan proyek KDM layak untuk dilaksanakan oleh PTPN II.

Rekomendasi tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham melalui Keputusan Para Pemegang Saham (KPPS) PTPN II Nomor S915/MBU/12/2019 tanggal 12 Desember 2019.

Atas dasar kelayakan tersebut, PTPN II menjalankan kerjasama dengan PT CKPSN yang selanjutnya PTPN II menambah penyertaan modal pada PT NDP atas lahan seluas 2.480,01 Ha senilai Rp625.178.000.000.

Kajian kelayakan pengembangan kawasan KDM PT BS diketahui, lingkup pekerjaan jasa finansial tidak sesuai dengan kontrak, lingkup pekerjaan detil PT BS mengacu pada kerangka acuan kerja (KAK) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari kontrak.

Ruang lingkup pekerjaan pada KAK, diperoleh informasi bahwa selain mengerjakan pekerjaan tahap I, tahap IIA dan tahap IIB, PT BS berkewajiban untuk melakukan penilaian aset terhadap seluruh luasan PUP seluas 8.164 Ha kawasan KDM oleh KJPP.

Melihat lokasi kegiatan pada KAK, dinyatakan bahwa pengembangan KDM seluas 8.164 Ha berada di Kebun Helvetia seluas 831,32 Ha, Kebun Bandar Klippa seluas 6.580,48 Ha, Kebun Penara seluas 507,10 Ha dan Kebun Kualanamu seluas 245,10 Ha.

Output dari kerjasama antara PTPN II dengan PT BS adalah laporan akhir (final report) kajian. Skema kerjasama pada laporan akhir terdapat 6 Perusahaan Usaha Patungan (PUP), yaitu PUP kawasan residensial, PUP kawasan bisnis, PUP kawasan industri, PUP kawasan hijau, PUP kawasan penunjang kawasan dan PUP kawasan pengelola kawasan.

Dari total lahan, lahan yang dikembangkan seluas 4.038,54 Ha (kawasan residensial, industri dan bisnis) sedangkan sisanya seluas 4.038,46 Ha merupakan kawasan hijau. Dalam kajian kelayakan finansial laporan akhir kajian, PT BS hanya mengkaji PUP kawasan residensial, PUP kawasan industri dan PUP kawasan bisnis.

Sedangkan kelayakan finansial PUP kawasan hijau, PUP Pengelola dan PUP Penunjang tidak dihitung oleh PT BS. Dapat disimpulkan bahwa kelayakan finansial proyek KDM hanya mempertimbangkan 4.038 Ha atau 49,4% dari total lahan yang dikerjasamakan seluas 8.164 Ha.

Terdapat proyeksi cashflow di perhitungan/kajian Feasibility Study menggunakan asumsi kurang tepat. Menteri BUMN memberikan persetujuan KSO Proyek KDM melalui surat Nomor: S-434/MBU/2014 tanggal 24 Juli 2014 tentang Persetujuan Pendirian Usaha Patungan dan KSO proyek KDM.

Yang menjelaskan bahwa penghapusbukuan dan pemindahtanganan tanah HGU dilaksanakan secara bertahap selama jangka waktu maksimal 3 tahun. Laporan kajian proyek KDM oleh PT BS menyatakan bahwa proyek KDM layak.

Salah satu faktor kelayakan proyek tersebut dari sisi finansial. Kelayakan finansial menilai masing-masing proyek yaitu Residensial, Bisnis, dan Industri. Berdasarkan kertas kerja PT BS, nilai WACC adalah 12,63% dan Cost of Equity senilai 15,03%, yang mana Cost of Equity digunakan sebagai discount rate.

Indikator kelayakan, investasi adalah IRR lebih tinggi dari discount rate (15,03%), atau NPV bernilai positif. Ketiga proyek menunjukkan hasil IRR Equity konsolidasi senilai 21,01% dengan NPV Equity Positif senilai Rp391 milyar (Cost of Equity dari PTPN II senilai 15,03%).

Baca juga: Entah Siapa “Dungu” Penyertaan Modal ke PT NDP Bikin PTPN II Rugi

Hasil pengujian kerja kawasan industri terdapat informasi PPLWH dari Tahun ke-0 (2020) sampai dengan Tahun ke-3 (2023) senilai Rp144.743.736.309,17 (Rp92.667.958.911,27 + Rp14.613.584.880,56 + Rp14.035.939.937,03 + Rp23.426.252.580,31).

Pendapatan tersebut dapat dicapai dengan asumsi bahwa PTPN II menyerahkan HGB diatas HPL 100 Ha per tahun dan memenuhi syarat pencairan jaminan PPLWH. Namun, dalam dokumen MCA yang disepakati PTPN II dengan PT CKPSN, tidak tertuang klausul yang menyatakan PTPN II berkewajiban menyerahkan HGB diatas HPL dalam kurun waktu 3 tahun sebagaimana tertuang dalam kertas kerja FS.

Selain itu, laporan kajian dinyatakan bahwa PPLWH semua tiga kawasan tahun ke-0 (2020) sampai dengan tahun ke-3 (2023) senilai Rp349.108.929.107. Jika dibandingkan realisasi PPLWH psenilai Rp117.500.000.000, maka capaian realisasi PPLWH dibawah proyeksi senilai Rp231.608.929.107, (Rp349.108.929.107,00 – Rp117.500.000.00.

Dapat disimpulkan, asumsi laporan kajian pada kawasan residensial tidak konsisten memasukan asumsi dalam kertas kerja. Selain itu, kawasan industri belum beroperasi karena belum penyerahan HGB diatas HPL dari PTPN II. Atas kondisi sampai dengan akhir Tahun 2023 terdapat pendapatan yang tidak tercapai/tidak sesuai FS senilai Rp231.608.929.107.

Dalam Perhitungan FS tidak memasukan beban Administrasi Umum PT NDP Kertas kerja kajian PT BS menyatakan bahwa arus kas masuk dari proyek KDM berasal dari penjualan dan arus kas keluar operasi berasal dari BPLWH, PPLWH, BSPL dan operation expenditure (payroll, marketing, operation, management fee dan tax), kas keluar investasi dan kas keluar pendanaan.

Jika terdapat untung, maka PTPN II akan mendapatkan deviden senilai 25%. Kertas kerja kajian memisahkan perhitungan masing-masing kawasan, salah satunya kawasan residensial, dimana pada kawasan residensial pihak yang terlibat adalah PTPN II, PT NDP dan PUP Residensial (PT DMKR).

Dalam kertas kerja Laporan Kajian PT BS kawasan residensial dinyatakan bahwa PPLWH dan BPLWH diserahkan kepada PTPN II dan tidak menampilkan beban administrasi umum yang seharusnya ditanggung oleh PT NDP.

Hal tersebut tidak sesuai dengan laporan kajian (Bab VII Pengembangan KDM) dan MCA yang menyatakan bahwa skema kerjasama kawasan residensial melibatkan PT NDP.

Dengan melibatkan PT NDP dalam pelaksanaan proyek kawasan residensial, maka cash-in yang diterima oleh PTPN II bukan dari PPLWH, melainkan nilai deviden. Walaupun nilai kepemilikan PTPN II dalam PT NDP senilai 99%.

Namun nilai yang diterima PTPN II seharusnya dikurangi oleh beban administrasi umum dan beban pajak serta laba ditahan PT NDP sebelum dibagi kepada PTPN II. Laporan keuangan Tahun 2022 (audited) PT NDP yang menyajikan beban administrasi umum, beban pajak dan laba ditahan Tahun 2022 dan 2021 dengan nilai bahwa kondisi pengurangan beban administrasi umum dan pajak tidak terlihat dalam kertas kerja kajian PT BS yang mengakibatkan prediksi cash-in terlalu tinggi karena tidak dikurangi beban administrasi umum dan pajak.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Direksi PTPN III (Persero) Nomor DIR/PER/16/2020 tentang SOP Kerja sama Optimasi Usaha di Lingkungan Perkebunan Nusantara Group pada Prinsip Umum Pasal 4 ayat 1 huruf a yang menyatakan bahwa Kerja Sama dilakukan dengan memperhatikan asas transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemanfaatan, dan kewajaran serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

SK Direksi PTPN II Nomor Dir/Kpts/166/VII/2021 tentang Perubahan dan Pembagian Tugas dan Wewenang Senior Executive Vice President (SEVP) PTPN II Pasal 6 yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang SEVP Operation, antara lain membawahi dan mengkoordinir Bagian Perencanaan dan Sustainability.

Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan Operasional dalam ruang lingkup Bagian Perencanaan dan Sustainability. Kondisi tersebut disebabkan Direktur Operasional PTPN II Periode 2019 lalai sehubungan telah menerima dan menyetujui hasil pekerjaan FS Proyek KDM yang tidak sesuai dengan lingkup pekerjaan yang perjanjikan dalam kontrak.

Dimana kajian tersebut belum mencakup kelayakan kawasan hijau. Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability periode 2019 juga dianggap kurang cermat dalam mengawasi hasil pekerjaan FS Proyek KDM yang tidak sesuai dengan lingkup pekerjaan yang diperjanjikan dalam kontrak, yang mana kajian tersebut belum mencakup kelayakan kawasan hijau.

Adapun hal yang belum sependapat terkait dengan NPV menjadi negatif karena BPK RI mengasumsikan landcost 2 kali sedangkan kajian PT BS dan realisasi proyek kedepan landcost 30 tahun dan hasil perhitungan NPV positif.

Dalam KAK Jasa Finansial Advisor Bahana Sekuritas tidak ditemukan kewajiban Bahana untuk membuat kajian keuangan PT NDP. Melaksanakan dan memantau dan harus sesuai penerapan prinsip-prinsip GCG dan manajemen risiko di Bagian Perencanaan dan Sustainability.

SK Direksi PTPN II Nomor 2.6-Dir/Kpts/487/IX/2022 tentang Uraian Tugas Karyawan Pimpinan PTPN II, uraian tugas Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability, antara lain mengevaluasi kajian internal/eksternal sebagai kajian awal atas rencana bisnis (Business Project).

Baca juga: Penyertaan Modal pada PT NDP Tak Sesuai Akibatkan PTPN II Belum Peroleh Keuntungan dari Proyek KDM (I)

Dan aksi korporasi yang akan dilaksanakan perusahaan dan/atau melakukan kajian eksternal dengan menggunakan Jasa Konsultan Independen yang disetujui Direktur atau SEVP Teknis atas rencana bisnis (Business Project), dan aksi korporasi yang akan dilaksanakan perusahaan dan berkoordinasi dengan bagian terkait dalam melakukan, meninjau dan mengevaluasi kerjasama optimalisasi pemanfaatan aset perusahaan.

Kerangka Acuan Kerja Perjanjian Nomor 20/SPK/29/VI/2019 antara PTPN II dan PT BS dalam rangka jasa financial advisor pemutakhiran kajian dan pendampingan pelaksanaan kerja sama dengan mitra strategi pengembangan kawasan KDM PTPN II, pada lokasi kegiatan yang menyatakan bahwa lokasi kegiatan atas rencana kawasan KDM seluas 8.164 ha.

Permasalahan tersebut mengakibatan PTPN II salah mengambil keputusan dalam menyetujui Perjanjian Kerjasama Proyek KDM yang tidak menguntungkan PTPN II. Dalam Surat Menteri Negara BUMN Nomor S-434/MBU/2014 tanggal 24 Juli 2014 tentang Persetujuan pendirian Perusahaan Patungan proyek KDM dinyatakan bahwa tambahan penyertaan PTPN II pada PT NDP berupa lahan seluas 2.514 ha dilaksanakan bertahap dalam waktu tiga tahun.

PTPN II/Regional 1 PTPN I seharusnya memiliki dasar perhitungan dan memasukan biaya umum dan administrasi yang terjadi pada PT NDP dalam proyek KDM. Meminta PT BS untuk memperbaiki FS sebelumnya atau melakukan kajian ulang terhadap kelayakan proyek KDM dan memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability Periode 2019 yang kurang cermat dalam mengawasi hasil pekerjaan FS proyek KDM.

Perjanjian Kerja sama Usaha (PKU) bertentangan dengan Perjanjian Kerja sama Operasi (KSO) Pembangunan KMB dan pelaksanaannya tidak sesuai ketentuan berdasarkan hasil analisis dokumen PKU nomor II.0/SPUP/01/XII/2012 dan nomor Dirut/1203/10/XII/2012 tanggal 20 Desember 2012.

Kerjasama antara PTPN II dan Perum Perumnas dinilai pertentangan dengan pengaturan yang ada dalam KSO nomor NDB/24/IX/2013 dan nomor PND/44/IX/2013 antara PT NDB dan PT PND terkait penjaminan lahan.

PKU menyebutkan bahwa apabila dalam memperoleh pembiayaan, PT PND membutuhkan tambahan jaminan, maka para pihak sepakat bahwa NDB akan memberikan bantuan dengan cara menjaminkan lahan kerjasama untuk kepentingan PND, dengan catatan bahwa setiap tindakan penjaminan lahan kerja sama untuk kepentingan PND tersebut harus di setujui terlebih dahulu oleh RUPS PT NDB.

KSO menyebutkan bahwa NDB akan memberikan kewenangan dan hak secara penuh dan eksklusif kepada PND untuk diantaranya menjaminkan lahan kerjasama, berdasarkan kebijakan sepenuhnya dari PND untuk tujuan pelaksanaan kerjasama pengembangan sesuai dengan Rencana Kegiatan dan Perjanjian.

Dari hasil wawancara dengan Direktur Keuangan PND diperoleh informasi bahwa modal kerja pembangunan perumahan menggunakan pembiayaan bank dengan menjaminkan lahan kerjasama tanpa persetujuan RUPS NDB.

Hal tersebut sesuai dengan perjanjian KSO, bahwa pihak PND berhak secara otomatis mendapat kuasa dari NDB untuk menjaminkan lahan kerjasama kepada Bank.

Hasil pemeriksaan atas dokumen surat persetujuan pemberian pembiayaan (SP3) nomor 04/SP3/MDN/CSMFU/IV/2023 dari BTN Syariah tanggal 5 April 2023 diketahui bahwa PND memperoleh pembiayaan pembangunan 384 unit rumah dengan agunan bukti kepemilikan berupa 491 SHGB yang seluruhnya atas nama PT NDB.

Dengan luas efektif senilai 42.924 M² dengan syarat sebelum akad pembiayaan merevisi perpanjangan jangka waktu KSO antara PT PND dan PT NDB minimal 10 tahun. Namun sampai pemeriksaan lapangan berakhir 29 Desember 2023, PT PND dan PT NDB belum melakukan perpanjangan KSO.

Disamping itu, pada saat penandatanganan akad pembiayaan PT NDB wajib memperoleh persetujuan Komisaris sesuai Anggaran Dasar untuk menandatangani Akta Pemasangan Hak Tanggungan (APHT) atas pembiayaan BTN Syariah kepada PT PND tersebut namun persetujuan komisaris tidak dilakukan.

Perbedaan pengaturan mengenai kewenangan untuk melakukan penjaminan dalam rangka pembiayaan yang diatur dalam PKU dan KSO berpotensi menimbulkan permasalahan hukum jika PT PND tidak dapat membayar pinjaman modal kerja. Bank dapat melakukan eksekusi atas lahan kerjasama milik NDB yang dijaminkan.

Hal ini juga ditegaskan dalam persetujuan pemberian pembiayaan (SP3) nomor 04/SP3/MDN/CSMFU/IV/2023 dari BTN Syariah tanggal 5 April 2023 bahwa BTN diberikan kuasa pengelolaan proyek perumahan KMB dari PT PND dengan mengambil alih pengelolaan proyek jika PT NDP tidak memenuhi komitmen pembayaran kepada Bank. Selain itu, dalam KSO tidak diatur penggunaan lahan untuk dijadikan jaminan pinjaman, PT NDB tidak dapat mengontrol lahan yang dijaminkan.

Perhitungan Bagi Hasil Penjualan Tanah Matang senilai Rp356.306.836, tidak diperhitungkan sebagai bagian pendapatan kepada PT NDB.

Sejumlah sumber juga meminta DPP Elang Tiga Hambalang, Sumut, agar berperan aktif untuk menyampaikan informasi ini kepada Presiden Prabowo yang notabene sebagai Dewan Pembina ETH. Agar memberi atensi ke penyidik mengusut laporan masyarakat.

“Jika APH tidak mengusut maka akan menjadi preseden buruk terhadap pemberantasan korupsi di era kabinet Merah Putih,” tegas sumber.

Hingga berita ini dilansir, Rabu (15/10/2025), Direktur Utama PT NDB dan PT NDP maupun mantan Dirut PTPN II berinisial IP, belum bisa dikonfirmasi. (KRO/RD/TIM)