Ketum IWO Indonesia Kecam Tindakan Polisi Keroyok Jurnalis

13

RADARINDO.co.id – Medan : Aksi kekerasan terhadap jurnalis masih saja terus terjadi hingga saat ini. Ironisnya, aksi tak terpuji tersebut bahkan dilakukan oleh oknum-oknum penegak hukum, dalam hal ini pihak Kepolisian.

Seperti yang menimpa salah satu jurnalis ProgreSIP berinisial Y. Dimana, Y diduga dikeroyok sejumlah orang yang diduga anggota Polisi saat meliput aksi demonstrasi May Day di gerbang gedung DPR RI, Kamis (01/5/2025).

Baca juga: Tindak Kekerasan Aparat Polisi Terhadap Wartawan Tuai Kecaman

Y dikeroyok ketika Polisi berupaya membubarkan massa secara paksa. Meski telah menunjukkan kartu pers sebagai awak media, sekelompok orang berpakaian preman yang diduga anggota Polisi itu tetap melakukan kekerasan. Para pelaku sulit diidentifikasi karena tidak menggunakan seragam.

Menurut Produser ProgreSIP, Setyo A Saputro, Y mendapat tindakan kekerasan fisik dengan cara ditarik, dicekik, dipiting, hingga dipukul. “Melakukan kekerasan fisik dengan menarik, mencekik, memukul, serta memiting leher Y,” ungkap Setyo.

Dijelaskan Setyo, awalnya Y sedang merekam situasi massa aksi didepan gedung DPR RI yang telah dibubarkan paksa oleh Polisi. Namun, sejumlah orang meneriaki Y “anarko”.

Sosok yang meneriaki Y, kata Setyo, juga terlibat dalam membubarkan massa aksi. Mereka meminta Y untuk menghapus hasil rekamannya. “Mereka juga menggeledah seluruh saku Y dan memaksanya menghapus rekaman dari kamera,” kata Setyo.

Ditengah kekacauan tersebut, seorang pria bernama Andi yang mengaku dari Lembaga Bantuan Hukum Rahardian datang. Andi menegaskan bahwa Y adalah seorang jurnalis. Setelah itu, para aparat membubarkan diri dan meninggalkan lokasi.

Terkait dugaan aksi kekerasan terhadap jurnalis tersebut, Ketua Umum (Ketum) Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia, NR Icang Rahardian, angkat bicara. Icang mengecam keras tindakan oknum Polisi berjumlah sekitar 10 orang yang diduga mengeroyok jurnalis tersebut.

“Saya selaku Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia, mengecam tindakan kekerasan terhadap jurnalis. Apalagi yang melakukan aksi kekerasan adalah penegak hukum. Tentunya hal itu tidak dapat ditoleransi,” tegas Icang dalam pernyatannya yang diterima, Rabu (03/5/2025).

Menurut Icang, untuk sepanjang tahun 2025 ini saja, sudah ada 36 kasus kekerasan terhadap jurnalis dengan berbagai bentuk, seperti pemukulan, penganiayaan, perampasan alat kerja, teror, hingga intimidasi.

Saat demonstrasi menolak Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada Maret lalu, telah terjadi 18 kasus kekerasan terhadap jurnalis di berbagai daerah.

Sedangkan pada tahun 2024, sambung Icang, ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Kasus kekerasan fisik paling banyak terjadi dengan jumlah 20 kasus.

Baca juga: Kepsek Selewengkan Dana PIP Siswa Miskin, Negara Rugi Rp1 Miliar

Adapun jenis kasus kekerasan lain berupa teror atau intimidasi, pelarangan liputan, ancaman, serangan digital, penuntutan hukum, kekerasan berbasis gender, perusakan alat liputan, hingga pembunuhan.

“Pelaku kekerasan pun didominasi oleh polisi dengan jumlah 19 kasus. Pelaku lain meliputi anggota TNI, organisasi masyarakat, orang tak dikenal, aparat pemerintah, hingga perusahaan,” terangnya. (KRO/RD/Tim)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini